KISUTA.com - Kereta Sawyasashi meliuk lincah dan berhadapan dengan Durna.
Kata Arjuna kepada Durna: “Guruku yang mulia, karena kematian putraku, aku datang untuk membalas dendam kepada Raja Sindhu. Mohon restu supaya aku bisa memenuhi sumpahku.” Sang Guru hanya tersenyum dan katanya: “Arjuna, kau harus bertarung dan mengalahkan aku dulu sebelum berhadapan dengan Jayadrata.”
Setelah berkata demikian, Durna menghujani Arjuna dengan panah. Arjuna juga menghujani gurunya dengan panah. Tapi, Durna bisa menangkis serangan itu dengan mudah. Kemudian, dia lontarkan panah apinya ke arah kereta Arjuna dan Krishna. Putra Pandu itu memutuskan untuk mematahkan busur Durna. Ketika Arjuna merentangkan Gandewa, panah Durna sudah menyambar dan mematahkan tali busur Arjuna. Masih dengan senyum tersungging di wajah, Durna menghujani Arjuna dan keretanya dengan panah.
Arjuna membalas menyerang, tapi sang guru terus menghujani Arjuna dengan panah.
Krishna sadar bahwa keadaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Katanya: “Partha, jangan buang-buang waktu. Ayo kita maju. Tidak ada gunanya kita melawan brahmana ini, yang tampaknya tidak kenal lelah.” Setelah berkata demikian, Krishna membawa kereta Arjuna ke kiri mahaguru itu dan terus menerjang maju.
“Hai, berhenti. Tentu saja engkau tidak bisa pergi begitu saja sebelum mengalahkan musuhmu.”
Kata Arjuna: “Engkau guruku, bukan musuh. Bagimu, aku adalah anak, bukan musuh. Di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkanmu.” Dengan cepat, Arjuna segera menyelinap meninggalkan gurunya.
Kemudian, Arjuna menghadapi pasukan kerajaan Bhoja. Kritawarma dan Sudakshina yang menghadangnya bisa dikalahkan. Srutayudha juga berusaha menghentikan Arjuna, tapi ia justru kehilangan kuda. Kemudian Srutayudha lemparkan senjata saktinya ke arah Krishna.
Ibu Srutayudha mendapatkan senjata sakti itu setelah melakukan upacara persembahan. Senjata itu diberikan dengan syarat tidak boleh digunakan untuk menyerang orang yang tidak bertempur. Jika syarat itu dilanggar, senjata sakti itu akan balik menyerang pemiliknya. Srutayudha tidak tahu Krishna telah bersumpah untuk tidak angkat senjata dalam perang ini. Akibatnya, senjata sakti itu berbalik ke arahnya dan menmbus dadanya sendiri. Srutayudha tewas. Demikian kisah senjata sakti Srutayudha.
Dewi Parnasa melakukan tapa brata untuk memohon kepada Batara Baruna. Natara itu berkenan pada tapa brata Parnasa. Kemudian, ia memberikan anugerah kepada Parnasa, anaknya tidak akan bisa dibunuh oleh musuh.
“Aku akan memberikan senjata sakti kepada anakmu. Mintalah anakmu untuk menggunakan senjata ini dalam perang. Tidak akan ada orang yang bisa mengalahkan atau membunuh anakmu. Tapi, ia tidak boleh menggunakan senjata ini untuk menyerang orang yang tidak bertempur. Jika pantangan ini dilanggar, senjata ini akan berbalik menyerang dan membunuh pemiliknya. Setelah berkata demikian, Batara Baruna memberikan senjata sakti.
Ketika melawan Arjuna, Srutayudha tidak mengindahkan pantangan itu. Ia lemparkan senjata saktinya ke arah Krishna, yang tidak ikut angkat senjata tapi hanya menjalankan kereta Arjuna. Senjata itu mengena dada Krishna dan berbalik menyerang Srutayudha. Seperti jin yang balik menyerang tukang sihir yang salah mengucapkan mantra, senjata sakti itu menembus dada Srutayudha sendiri. Srutayudha langsung tumbang seperti pohon besar yang dihantam badai.
Kemudian, Raja Kamboja memimpin pasukannya untuk menghadang Arjuna. Setelah bertaruing sengit, ia pun jatuh dan tewas.
Melihat kesatria-kesatria perkasa, Srutayudha dan Raja Kamboja menemui ajal, pasukan Kurawa menjadi kocar-kacir. Untuk menyelamatkan situasi, Srutayu dan saudaranya Asrutayu kemudian menyerang Partha dari kedua sisi. Serangann mereka memang sangat hebat. Arjuna sempat terpukul lemas dan terpaksa bersandar pada panji-panjinya. Tapi Krishna terus menyemangatinya. Semangat tempur Arjuna bangkit kembali dan kembali bertempur. Akhirnya, dia bisa membunuh kedua bersaudara itu dan kedua putra mereka yang berusaha membalaskan kematian orang tuanya.
Arjuna terus menerjang maju dan korban-korban terus berjatuhan. Dia semakin mendekati Jayadrata.* C. Rajagopalachari/”Kitab Mahabharata” – kisuta.com