Minggu, 5 Mei 2024
Sastra & Humor

Srawung Demokrasi Boyolali: Rakyat Boyolali Sadar Oligarki Harus Dilawan

Senin, 18 Oktober 2021
boyo_2.jpg
Eko Prasetyo/KISUTA.com

KISUTA.com - Berbagai kelompok masyarakat Boyolali belum lama ini berkumpul bersama dan mengadakan acara yang bertemakan “Srawung Demokrasi Boyolali”, Senin (18/10/2021). Suasana pandemi Covid-19 yang harus mengikuti aturan protokol kesehatan (prokes) ternyata tidak mengurangi semangat dari para aktivis Boyolali yang prihatin dengan demokrasi Boyolali yang kini dianggap telah mati.

Kapt (Purn) Yusuf sebagai pengundang acara “Srawung Demokrasi Boyolali” menekankan kepada seluruh aktivis Boyolali yang hadir untuk “Yen Wani Ojo Wedi-Wedi, Yen Wedi Ojo Wani-Wani” (Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani) dalam rangka bersama-sama menghidupkan kembali demokrasi di Boyolali. Rakyat Boyolali sadar bahwa Oligarki harus dilawan.

Dalam acara “Srawung Demokrasi Boyolali” tersebut menghadirkan 2 (dua) orang pemantik materi, yakni Dr. Sarbini, M.Ag (Dosen Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta) dan Dr. Abdul Kharis Almasyhari, M.Si (Wakil Ketua Komisi I DPR RI).

Dr. Sarbini mengatakan, sepanjang sejarah rakyat dalam melawan oligarki membutuhkan kesabaran yang lebih. Saat ini, upaya melawan oligarki harus diupayakan melalui berbagai tahapan, mulai dari membangun jejaring dan dialog, membangun kesadaran bersama, membangun kesadaran milenial di era digital saat ini, mulai melihat dan menganalisis wacana yang terbelah dan membangun wacana alternatif gerakan.

Sedangkan pemantik materi kedua Dr. Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, ketika oligarki menguat, maka rakyat perlu ada pencerahan. Apabila membiarkan oligarki, maka ancaman ketidakadilan akan terjadi secara terus menerus. Ibaratnya, saat ini demokrasi telah mati di Boyolali. Sehingga perlu langkah nyata dan bersama-sama seluruh elemen masyarakat Boyolali untuk kembali menghidupkan demokrasi di Boyolali, salah satunya juga melalui forum “Srawung Demokrasi Boyolali” saat ini.

Acara “Srawung Demokrasi Boyolali” dihadiri berbagai lintas organisasi massa (ormas), LSM, aktivis gerakan, akademisi, tokoh masyarakat Boyolali dengan menggunakan protokol kesehatan (prokes) secara ketat. Seluruh peserta yang hadir mengapresiasi pertemuan “Srawung Demokrasi Boyolali” yang diakhiri acara Tumpengan Demokrasi dengan Ayam Jago sebagai perlambang memulainya gerakan kembali untuk menghidupkan demokrasi di Boyolali.

Acara Tumpengan Demokrasi dengan Ayam Jago merupakan kesadaran bersama rakyat Boyolali ingin mengembalikan kehidupan demokrasi yang selama ini dianggap telah mati.

Dari seluruh keluh kesah peserta mengakui bahwa oligarki saat ini sangat membuat tidak nyaman kehidupan pribadi yang penuh dengan tekanan dalam berbagai lini kehidupan akibat matinya demokrasi di Boyolali. Sehingga perjuang membangun oligarki mulai harus dilakukan secara bersama-sama dan disertai kesadaran bersama rakyat Boyolali.* Eko Prasetyo - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya