Jumat, 3 Mei 2024
Sastra & Humor

Kebakaran, Anggap Musuh Bersama

Minggu, 10 September 2023
bromo.jpg
Net
KEBAKARAN Hutan Bromo-Semeru.*

KISUTA.com - Musim kemarau yang panas tahun 2023 ini tinggal sekitar dua bulan lagi: September dan Oktober. Tapi waktu yang relatif pendek itu bukan tanpa tantangan yang berat. Sebab, dari tahun ke tahun musim kering itu seringkali mengakibatkan terjadinya musibah kebakaran di Tanah Air.

Peristiwa kebakaran, baik yang skala kecil maupun besar, seringkali berangkat dari sikap teledor kita. Misalnya membuang puntung rokok di tempat sembarangan, di rerumputan kering apalagi di pinggir hutan. Atau membuang puntung rokok di area pengisian bahan bakar minyak yang dekat permukiman atau pabrik.

Kebakaran juga bisa terjadi karena faktor kelalaian. Misalnya saja menghidupkan lilin menjelang kita tidur. Lilin tidak ditempatkan di tempat yang semestinya atau dinilai aman. Ketika kita terlelap tidur, lilin yang tidak berada di lokasi yang tepat itu terjatuh dan apinya menyambar kelambu. Hal ini seringkali terjadi di lingkungan permukiman padat.

Kebakaran bisa pula terjadi karena korsleting listrik. Hal ini sering terjadi di perkampungan padat penduduk, kompleks perumahan, pasar dengan banyak kios yang berdempetan, atau bahkan di mal-mal modern.

Peristiwa kebakaran besar terbaru saja terjadi di kawasan hutan Gunung Bromo, Jawa Timur. Berawal dari langkah “inovasi aneh” panitia pernikahan yang tidak cermat. Hanya untuk mengambil foto prewedding di lahan terbuka, mereka menyalakan 5 flare dan 1 di antaranya meletup. Saat nyala api terlempar ke area lahan dan hutan yang kering karena kemarau, maka musibah kebakaranlah yang terjadi.

Seperti diberitakan banyak media, tepatnya inti berita kebakaran itu begini. Kebakaran lahan terjadi di Bukit Teletubbis Gunung Bromo akibat kegiatan prewedding yang menyalakan flare, Rabu 6 September. Polisi mengamankan 6 orang –termasuk manajer wedding organizer (WO)—terkait kebakaran yang menurut data terakhir mencapai 50-an hektare itu.

Menurut Kapolres Probolinggo, AKBP Wisnu Wardana, saat konferensi pers di Polres Probolinggo, Kamis (7/9/2023), manajer atau penanggung jawab WO, AW (41 tahun), terancam hukuman paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

Kerugian bisa mencapai triliunan
Mengapa musibah kebakaran di musim kemarau ini kita bahas. Pertama-tama dan terutama karena memang jumlah kerugiannya sangat luar biasa, bisa berupa nyawa dan juga harta benda. Kalau dihitung kerugian materinya bahkan ada yang bisa mencapai puluhan triliun rupiah.

Contoh nyata adalah catatan resmi yang berwenang. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2019 lalu kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.

Pada 2019 itu tercatat total kawasan yang terkena dampak kebakaran mencapai 942.484 hektare. Jumlah itu naik dibanding tahun sebelumnya (2018) yang mencapai 529.266 hektare dan pada 2017 mencapai 165.483,92 hektare.

“Berdasarkan data World Bank (Bank Dunia), total kerugian ekonomi mencapai Rp 75 triliun,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Agus Wibowo, saat memberikan paparan di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Senin (30/12/2019). (bnpb.go.id, 29/12/2019)

Dari total lahan yang terbakar, ungkap Agus, 672.708 hektare di antaranya merupakan lahan mineral dan 269.777 hektare sisanya merupakan lahan gambut. Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan total kawasan paling besar mengalami dampak kebakaran yakni mencapai 161.298 hektare. Disusul dengan Kalimantan Barat (131.654 hektar), NTT (120.143 hektare), Kalimantan Selatan (115.317 hektare), dan Sumatera Selatan (92.635 hektare).

Contoh nyata musibah kebakaran yang terbaru terjadi di Tegal. Direktur Kepolisian Air dan Udara Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Hariadi, memperkirakan nilai kerugian akibat kebakaran puluhan kapal di Pelabuhan Jongor, Kota Tegal, Senin 14 Agustus lalu, mencapai Rp 150 miliar.

“Taksiran awal kalau per kapal harganya Rp 3 miliar, bisa mencapai Rp 150 miliar,” kata Hariadi saat mengecek lokasi kebakaran kapal di pelabuhan tersebut. Senin malam 14 Agutus 2023 itu sebanyak 52 kapal –milik 26 orang pengusaha-- sedang bersandar di Pelabuhan Jongor. (ReJogya.republika.co.id, Rabu, 16/8/2023)

Anggap sebagai musuh bersama
Contoh-contoh peristiwa atau musibah kebakaran tersebut bisa diperbanyak. Namun, pada intinya, dalam skala kecil maupun besar, begitupun nilai kerugiannya, menimbulkan kesedihan yang luar biasa.

Bisa dibayangkan kalau para korban kebakaran itu adalah warga miskin yang tinggal di permukiman padat penduduk. Mereka harus kehilangan tempat tinggal dengan segala isinya. Mereka harus berlama-lama untuk mengungsi dengan segala risikonya.

Kesedihan mendadak –dan juga bisa berkepanjangan— bisa terjadi jika kebakaran itu melanda pasar dengan ribuan kios. Para pemiliknya pastilah menderita kerugian besar karena kios dan dagangannya musnah terbakar.

Karena itu peristiwa/musibah kebakaran harus dianggap sebagai musuh bersama. Artinya jangan sampai musuh itu datang mendadak dan menghancurkan kehidupan kita. Sebagai antisipasi, pemerintah daerah lazimnya telah membentuk dinas pemadan kebakaran. Tapi akan lebih baik jika masyarakat sendiri yang lebih dulu bersikap hati-hati dan waspada menghadapi musim kemarau.

Karena itu pula layak kita sambut baik imbauan atau seruan dari instani terkait terkait kemungkinan terjadi bencana kebakaran itu. Sebagai contoh, BPBD Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, melalui situsnya membuat artikel berjudul “Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Kebakaran”. (bpbd.klaten.go.id, 21 Juni 2023)

Diingatkan bahwa penyebab terjadinya kebakaran adalah faktor manusia, teknis, dan alam. Faktor manusia: kelalaian, kecerobohan, kurang hati-hati, kurang waspada terhadap aturan pemakai/konsumen energi listrik merupakan faktor utama penyebab terjadinya kebakaran listrik.

Faktor teksnis: kebakaran dapat terjadi karena faktor teknis meliputi proses kimia, tenaga listrik dan fisik/mekanis. Faktor alam: kebakaran dapat terjadi secara alami antara lain disebabkan oleh petir, letusan gunung berapi, batu bara yang terbakar. Curah hujan juga merupakan faktor alam yang dapat mempengaruhi peristiwa kebakaran.

Tindakan mitigasi bencana yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah, membentuk barisan sukarelawan, penyuluhan dan sosialisasi penanggulangan kebakaran, melakukan pelatihan untuk memadamkan kebakaran. Khusus antisipasi kebakaran hutan dan lahan, masyarakat dan instansi terkait dapat memasang papan peringatan pembakaran hutan.* wasmowiyoto-kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya