Minggu, 28 April 2024
Wisata & Sejarah

Membaca Kearifan Keraton Kasepuhan Cirebon

Jumat, 22 September 2023
abon.jpg
Wasmowiyoto/KISUTA.com
KERATON Kasepuhan Cirebon di Jalan Kasepuhan, Kota Cirebon.*

KISUTA.com - Pertengahan Juli 2023 lalu penulis berkesempatan mengunjungi Keraton Kasepuhan Cirebon. Relatif singkat, hanya sekitar dua jam. Bahkan terlalu singkat jika dibandingkan dengan usia keraton di Kota Cirebon ini yang sudah lebih kurang enam abad.

Sejenak penulis tersadar, betapa usia negara yang kita cintai ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga masih relatif muda dibanding umur Keraton Kasepuhan. Muncul pertanyaan, seberapa besar kearifan keraton-keraton di nusantara ini ikut mempengaruhi sikap hidup rakyat Indonesia. Termasuk untuk rakyat di wilayah eks Karesidenan Cirebon.

Begitu kaki menginjak area Keraton Kasepuhan seluas 25 hektare itu, muncul kesan betapa keraton ini bersih. Boleh diasumsikan, para penghuninya dan juga staf rumah tangganya (dulu lazim disebut abdi dalem), sangat mencintai kebersihan.

Selain senang kebersihan, warga Keraton Kasepuhan juga senang penghijauan dan keteduhan. Hal itu tampak dari dilestarikannya banyak pepohonan yang mampu memberi kesejukan udara Cirebon yang secara umum panas.

Jika memungkinkan, area keraton yang sangat luas itu masih bisa ditanami sejumlah pohon lagi. Dengan demikian menambah jaringan akar yang pada gilirannya mampu menambah tabungan air di bawah tanah. Hal itu niscaya akan sangat bermanfaat bagi keraton dan warga sekitarnya.

Komunikatif
Kesan lain adalah bahwa penghuni Keraton Kasepuhan sangat komunikatif. Hal itu tercemin dari penyediaan banyak papan informasi tentang keraton yang dapat dibaca sendiri oleh para pengunjung atau wisatawan.

Selain itu, pengelola wisata Keraton Kasepuhan juga menyediakan sejumlah tenaga pemandu. Mereka siap menjelaskan tentang sejarah perjalanan keraton, terutama kepada para tamu atau pelancong yang datang secara kelompok.

Di area keraton juga sudah dibangun Museum Pusaka Keraton Kasepuhan, yang merupakan persembahan Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, SE pada 10 Juni 2017 untuk nusa dan bangsa Indonesia. Museum ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 18 September 2017. Jadi umur museum masih sangat muda.

Begitu masuk area Keraton Kasepuhan ada papan informasi begini: “Kreteg Pangrawit. Kreteg artinya jembatan dan niat pangrawit artinya baik. Jembatan ini adalah untuk tempat menyeberang Kali Sipadu hanya bagi orang yang berniat baik saja. Keraton Kasepuhan ini letaknya di pinggir pantai. Di depannya ada Sungai Sipadu dan di belakangnya ada Sungai Kriyan”.

Agak masuk ke dalam, terdapat papan informasi “Gapura Banteng”. Banteng merupakan simbol keberanian, kekuatan aparatur negara, dan terdapat tumpukan batu bata berbentuk banteng merupakan gambaran tahun Candra Sangkala yang berbunyi Kuta=1, Bata=5, Tinata=4, Banteng=1451, Saka/1529 M.

Di dekat Gapura Banteng ada “Batu Lingga dan Yoni”, batu yang melambangkan Adam dan Hawa, melambangkan kesuburan dan duniawi, dan melambangkan kehidupan turun temurun.

Langgar Agung: pesan rohani
Di bagian depan keraton kita juga dapat menyaksikan bangunan “Langgar Agung”. Langgar ini adalah tempat salat sultan dan keluarga. “Langgar ini dibangun pada abad XVI. Secara tradisi juga digunakan untuk salat Idul Fitri dan Idul Adha asakralan setiap upacara pajang jimat tanggal 12 Maulud”.

Di bagian lebih dalam area keraton terdapat “Langgar Alit”. Fungsinya untuk salat tarawih, kemudian membunyikan tembang/gembyung dan difungsikan juga untuk peringatan hari besar Islam.

Keraton Kasepuhan menghadap ke utara, dan di bagian depan ada Alun-alun Sangkala Buana, serta di bagian barat ada Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid ini dibangun pada tahun 1480 M, sekarang masih tegak berdiri dengan tiang-tiangnya yang masih asli. Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai pimpinan proyek dan Raden Sepat dari Majapahit sebagai arsiteknya.

Terdapat soko tatal terdiri atas sembilan kayu dijadikan satu buatan Sunan Kalijaga masih tegak berdiri. Masjid ini dinamakan Sang Cipta Rasa, artinya dibangun dan digunakan untuk beribadah kepada Yang Maha Agung. Tradisinya sampai sekarang masih berjalan, di antaranya yaitu khutbah bahasa Arab dan azan tujuh orang atau azan pitu setiap salat Jumat.

Keberadaan masiid agung, langgar agung, dan langgar alit tersebut merupakan bukti bahwa Keraton Kasepuhan ikut mewarnai perkembangan Islam di Indonesia. Sudah sejak lama bangsa ini mengenal Tuhan, bukan ateis, karena itu pada gilirannya NKRI berdasarkan Pancasila. Sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sejarah ringkas
Tahun 1430 Pangeran Cakrabuana Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran membangun Kuta Kosod serta Keraton dan mendirikan Kasultanan Cirebon bersama keponakannya yaitu Syarief Hidayatatullah atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati.

Kemudian pada tahun Saka 1451 atau 1529 M dengan Candra Sangkala Tunggal Tata Gunaning Wong membangun di sebelah Keraton Pangkuwati. Semuanya itu menjadi Keraton Kasepuhan Cirebon dengan luas 25 hektare. Yang bertahta sejak 30 April 2010 hingga sekarang adalah Sultan Sepuh XV, Pangeran Raja Adipati Luqman Zulkaedin, SH, Mkn. (www.kasepuhan.com)

Keraton Kasepuhan sekarang ini menjadi pusat syiar Islam, pusat budaya Cirebon dan obyek wisata. Di dalam kompleks Keraton Kasepuhan terdapat Baluwarti Keraton, Museum Benda Kuno, Kereta Singa Barong, dan Pusaka Sunang Gunung Jati serta Naskah-naskah Kuno.

Syech Syarief Hidayatullah atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati adalah pemimpin Kesultanan Cirebon yang pertama dengan wilayah kesultanannya dari Brebes, Jakarta, sampai dengan Banten. Beliau lahir tahun 1448 M dan wafat tahun 1568 dalam usia 120 tahun. Almarhum dimakamkan di bukit Gunung Sembung Astana Gunung Jati. Astana Gunung Jati adalah obyek ziarah yang banyak dikunjungi.

Ada sembilan gerbang utama dari bawah sampai atas, dihiasi piring-piring dan guci dari China. Astana Gunung Jati adalah makam para Sultan Cirebon. Antara lain Pangeran Cakrabuana, Nyi Mas Rarasantang (ibu Sunan Gunung Jati), Fatahilah (keponakan dan menantu Sunan Gunung Jati).

Yang terakhir dimakamkan adalah Sultan Sepuh XIII H. Maulana Pakuningrat tanggal 30 April 2010. Astana Gunung Jati terletak 6 kilometer ke arah utara Keraton Kasepuhan.* wasmowiyoto-kisuta.com


KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya