Minggu, 28 April 2024
Wisata & Sejarah

Factory Tour PT DI, Menyadarkan Kita Mampu Membuat Pesawat

“Factory Tour” sebagai perwujudan tanggung jawab sosial dan lingkungan PT DI menjadi sarana yang sangat berharga bagi upaya penanaman motivasi untuk mempelajari teknologi penerbangan, terutama bagi generasi muda.

Senin, 20 November 2023
factur.jpg
Wasmowiyoto/KISUTA.com
“DI Bus Edu” atau bus untuk “factory tour” resmi beroperasi. Setiap hari Jumat diperuntukkan khusus bagi pelajar, sedangkan Jumat dan Sabtu terbuka bagi umum.*

KISUTA.com - Minggu siang, 19 November 2023. Penulis merasa bangga menyaksikan banyak anak kecil, termasuk cucu sendiri, secara bergiliran memerankan diri sebagai pilot pesawat terbang di lingkungan PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung.

Melalui sebuah simulator pesawat terbang, pengunjung bisa merasakan langsung mengendalikan pesawat layaknya pilot berada di ruang kokpit. Sekalipun hanya sebentar, pastilah mereka –terutama anak-anak—yang sempat memeragakan diri sebagai pilot akan mempunyai pengalaman tersendiri. Bahkan mungkin punya obsesi tersendiri hingga mereka dewasa nanti.

Di antara 350-400 orang pengunjung setiap hari akhir pekan (Sabtu dan Minggu), selalu terdapat anak-anak kecil yang didampingi oleh para orangtua atau kakek-neneknya untuk mengikuti Factory Tour PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Sejak pukul 08.30 pagi hingga pukul 16.00 sore, secara bergiliran, masyarakat umum bisa mengikuti tur bermuatan pendidikan itu di dalam area industri pesawat terbang PT DI seluas 40 hektare.

Dengan menaiki tiga bus wisata yang karoserinya dirancang terbuka oleh PT DI, para pengunjung didampingi para pemandu yang siap memberi penjelasan bahkan menjawab berbagai pertanyaan. Kepada setiap rombongan (setiap bus berisi 20 orang), pemandu memberi waktu rata-rata 45 menit untuk mengunjungi beberapa lokasi pabrik pembuatan pesawat terbang.

Alokasi waktu terlama adalah 10 menit bagi pengunjung untuk turun dari bus dan memasuki gedung pameran visualisasi (Gedung Mock Up). Gedung itu berisi banyak prototipe pesawat (miniatur produk PT DI, anak perusahaan, dan mitranya). Sedangkan badan pesawat terbesar (CN 235) adalah simulator yang bisa dimasuki secara bergiliran oleh para pengunjung.

Bagi para pengunjung dewasa yang sudah terbiasa bepergian jauh dengan naik pesawat terbang, tentu memasuki pesawat simulator itu bukanlah merupakan pengalaman yang aneh. Tapi bagi anak-anak, apalagi yang sama sekali belum pernah naik pesawat, tentu hal itu akan menjadi pengalaman berharga yang akan mereka bawa hingga menjadi manusia dewasa nanti.

Wisata baru pendidikan
Pada puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke-47 PT DI tanggal 26 Agustus 2023, Direksi PT DI meresmikan beroperasinya “DI Bus Edu” atau bus untuk “factory tour” yang memiliki misi wisata pendidikan itu. Setiap hari Jumat diperuntukkan khusus bagi pelajar, sedangkan Jumat dan Sabtu terbuka bagi umum. Pengunjung para pelajar –resmi dari lingkungan sekolah-- bersifat undangan.

Tiga Bus Wisata Edukasi siap mengantar mereka. Tiga bus yang dikaroseri oleh PT DI itu diharapkan akan melengkapi bus-bus wisata di Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung. Nama tiga bus dimaksud adalah Bus Bandros (Kota Bandung), Bus Barata (Kabupaten Bandung Barat), dan Bus Si Jalak Harupat (Kabupaten Bandung).

Perjalanan “factory tour” bermula dari Pos I PT DI dekat Runway 29 Café, ruang terbuka baru di area dekat landasan Bandara Husein Sastranegara. Di lokasi ini, sambil menunggu giliran, calon pengunjung bisa menikmati makanan dan minuman. Kemudian para pengunjung diajak berkeliling dan diperbolehkan melihat dari dekat produk-produk pesawat kebanggaan bangsa Indonesia, seperti N250 Gatotkaca, N219 Nurtanio, UAV MALE, dan berbagai varian helikopter.

Selain bisa melihat pesawat produksi PT DI, pengunjung juga bisa melihat pesawat-pesawat lain –baik domestik maupun asing—yang sedang menjalani perawatan. Hal ini membuktikan bahwa PT DI juga mempunyai kemampuan via unit usaha perawatan atau pemeliharaan pesawat terbang, baik yang berasal dari dalam negeri maupun mancanegara.

Semua kegiatan berkaitan dengan pesawat terbang, baik produksi maupun perawatan itu, dengan sendirinya sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi kedirgantaraan. Semua alur produksi, sejak penyediaan bahan baku hingga proses selanjutnya menjadi pesawat terbang, memerlukan tenaga-tenaga yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi di bidang teknologi penerbangan.

Dengan demikian “factory tour” sebagai perwujudan tanggung jawab sosial dan lingkungan PT DI itu, menjadi sarana yang sangat berharga bagi upaya penanaman motivasi untuk mempelajari teknologi penerbangan, terutama bagi generasi muda atau generasi penerus bangsa Indonesia. Hanya dengan harga tiket masuk Rp 35.000,00/orang (termasuk anak usia SD), pengunjung muda memperoleh banyak informasi, pengalaman, dan inspirasi bagi perkembangan dirinya.

Sejarah panjang penerbangan RI
Republik Indonesia yang sangat luas dan memiliki 17.000-an pulau besar dan kecil ini ternyata memiliki sejarah panjang di bidang penerbangan. Termasuk dalam sejarah panjang itulah muncul para tokoh yang melahirkan pemikiran bagaimana membangun pesawat terbang yang mampu menjadi “jembatan” antarpulau.

Pada era pemerintah kolonial Belanda, tidak ada program desain pesawat terbang. Tapi mereka melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan lisensi, evaluasi teknis dan keselamatan untuk semua pesawat yang beroperasi di seluruh Indonesia. Pada tahun 1914, Bagian Uji Terbang didirikan di Surabaya dengan tugas untuk mempelajari kinerja penerbangan di wilayah tropis.

Kemudian pada 1930, diikuti oleh pembentukan Bagian Produksi Pesawat (Bagian Pembuatan Pesawat Udara) yang menghasilkan pesawat AVRO-AL Kanada, yakni badan pesawat yang dimodifikasi terbuat dari kayu. Fasilitas manufaktur ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir atau Lapangan Terbang Andir (sekarang Bandara Husein Sastranegara).

Pada periode inilah minat untuk membuat pesawat dikembangkan di bengkel milik pribadi. Pada 1937, atas permintaan pengusaha lokal dan beberapa pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Tossin membangun pesawat terbang di sebuah bengkel di Jalan Pasirkaliki, Bandung. Mereka menamakannya pesawat PK KKH. Pesawat ini pernah mengejutkan dunia penerbangan saat itu karena kemampuannya yang dapat terbang ke Belanda, Tiongkok dan sebaliknya. Sebelumnya, sekitar tahun 1922, Indonesia bahkan telah terlibat dalam modifikasi pesawat di rumah pribadi di Jalan Cikapundung, Bandung.

Pada 1938, atas permintaan LW Walraven dan MV Patist –desainer PK KKH—pesawat kecil dibangun di bengkel di Jalan Kebon Kawung, Bandung. (www.indonesian.aerospace.com)

Segera setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, kesempatan Indonesia membangun pesawat sendiri terbuka lebar. Sejak saat itu masyarakat menyadari bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia akan selalu membutuhkan sarana transportasi udara demi pembangunan ekonomi dan pertahanan nasional.

Pada 1946, Biro Perencanaan & Konstruksi didirikan di TRI-Udara atau Angkatan Udara Indonesia (sekarang TNI AU). Disponsori Wiweko Supono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan Sumarsono, sebuah lokakarya khusus didirikan di Magetan, Jawa Timur. Dari bahan sederhana sejumlah Zogling, pesawat ringan NWG-1 pun dibuat.

Pembuatan enam pesawat ini juga melibatkan Tossin dan didukung Ahmad cs. Tujuannya untuk mengembangkan minat penerbangan dan pada saat yang sama untuk memperkenalkan dunia penerbangan kepada para calon pilot yang siap mengikuti pelatihan penerbangan di India.

Kemudian pada 1948 mereka berhasil membuat mesin pesawat pertama, ditenagai oleh mesin Harley Davidson yang disebut WEL-X. Dirancang oleh Wiweko Supono, pesawat itu kemudian dikenal sebagai RI-X.

Era ini ditandai dengan munculnya sejumlah klub aeromodelling yng menyebabkan lahirnya pelopor teknologi penerbangan, bernama Nurtanio Pringgoadisuryo. Tapi mereka harus menghentikan kegiatan karena terjadi Pemberontakan Madiun (komunis) dan agresi Belanda.

Pada periode ini kegiatan penerbangan dilakukan sebagai bagian dari revolusi fisik untuk kebebasan nasional. Pesawat yang tersedia dimodifikasi untuk misi tempur. Agustinus Adisutjipto adalah sosok paling luar biasa pada periode ini, yang merancang dan menguji terbang sebuah pesawat serta menerbangkannya dalam pertempuran udara. Dia memodifikasi pesawat Cureng menjadi versi serangan darat.

Kemudian loncat ke periode perintisan pendirian industri pesawat terbang terus dilakukan, dan sampailah pada peran seorang pemuda Indonesia bernama B.J. Habibie dari tahun 1964 hingga tahun 1970-an.

Selama 24 tahun pendiriannya, IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang di kemudian hari berubah menjadi PT DI (satu-satunya di Asia Tenggara), telah berhasil mentransfer teknologi penerbangan yang canggih dan mutakhir –sebagian besar dari belahan bumi barat—ke Indonesia. IPTN telah menguasai desain pesawat, pengembangan, dan manufaktur komuter regional kecil hingga menengah.

Dalam menghadapi sistem pasar global baru, IPTN mendefinisikan kembali dirinya menjadi “IPTN 2000” yang menekankan pada penerapan strategi baru, berorientasi bisnis, untuk memenuhi situasi saat ini dengan struktur yang baru.* wasmowiyoto-kisuta.com


KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya