Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Sekar Dewa Retna Cinedra

Senin, 21 September 2015

KISUTA.com - Rahwana uring-uringan mendengar laporan gugurnya Sarpakenaka dan Kalamarica. Walaupun sifat angkara murkanya sangat menonjol, Rahwana adalah pribadi yang selalu berhitung untung rugi.

Kematian Sarpakenaka dan Kalamarica sungguh kerugian luar biasa bagi pihaknya. Karena itu Rahwana memusatkan perhatiannya untuk mencari tahu apa yang bisa dilakukannya untuk bisa tampil sebagai pemenang melawan pasukan Sri Rama.

Dalam kekhusukan tapa branya, Rahwana berhasil mendapat wangsit bahwa di kahyangan Cakra Sekar tempat kediaman Bathara Kuwera (dahulu Prabu Danaraja kakak tiri Rahwana), terdapat Sekar Dewa Retna, pusaka kadewatan berupa bunga yang mekar setiap 8000 tahun sekali. Bunga pusaka itu akan membawa kejayaan pada pemiliknya dalam kondisi apapun. Dipastikan siapapun yang memiliki bunga itu tidak akan terkalahkan dan mampu menjadi tokoh pinunjul yang di hormati orang di seantero dunia.

Wangsit itu juga memberikan gambaran pada Rahwana bahwa Sekar Dewa Retna karena kehebatan khasiatnya dijaga secara ketat oleh Kumbang Ali-ali dan Bathara Kuwera atas perintah Hyang Girinata.

Akhirnya Rahwana naik ke kahyangan menemui kakak tirinya, yaitu Danapati atau Prabu Danaraja yang telah menjadi dewa bergelar Batara Kuwera.

Rahwana: (Memasang muka sedih pilu, merangkul kaki Hyang Kuwera)..Aduh pukulun...kakandaku tersayang, betapa beratnya derita yang kusandang...

Kuwera: (Waspada pada akal bulus Rahwana, karena saat masih menjadi manusia pernah dikibuli Rahwana) Rahwana, ada apa kamu datang-datang menangis ngguguk seperti ini? Kemana kejayaanmu sebagai raja besar?

Rahwana: Kakang pukulun...dimulai dari rasa cintaku yang suci pada Widowati...aku terus terlunta-lunta memperjuangkan cintaku...engkau tahu bagaimana aku disiksa dan dihina Prabu Harjunasasrabahu...mungkin aku tidak akan dilepaskannya kalau Paman Patih Prahasta tidak merendahkan diri meminta ampunan...sekarang cintaku pada Sinta sebagai titisan Widowati, juga menemui penghalang yang luar biasa berupa Sri Rama dan wadyabalanya...hingga...oooo..hing..hingga...adikku perempuan satu satunya...yang ku manjakan dan sangat ku cintai...Sa..sar..Sarpakenaka..juga sudah gugur Kakang...Ouugh...(menangis mengguguk).

Kuwera: Jagad Dewa Batara...Rahwana...sudah demikian nestapa nasibmu mengejar cinta yang bukan hakmu...mengapa masih engkau teruskan? Lepaskanlah keinginanmu Rahwana... Aku akan berikan pangestuku agar engkau hidup bahagia, kalau kau kembalikan Sinta pada suaminya. Bukankah istrimu sendiri sudah bidadari cantik putri Hyang Indra?

Rahwana: Ooooh Kakang...betapa tidak adilnya engkau...atas nama cinta, engkau pernah menderita kehilangan cinta Sukesi, yang di jamah ayah kita dalam cionta ternoda...hingga lahirlah aku dan saudara-2ku yang berwujud yaksa...apakah engkau mengikhlaskannya? tidak bukan ?...dan apa hasilnya ?...ayah kita mati di tanganmu kakang....hik..hik..hik ibukupun memilih belapati, hingga aku menjadi yatim piatu...itulah cinta...apakah engkau lupa rasanya kakang...

Rahwana sangat jago mengaduk-aduk perasaan Batara Kuwera, berbekal kemampuannya bersandiwara, Rahwana terus beringsut masuk kedalam nDalem CakraSekar...Bathara Kuwera tidak sadar akan akal bulus Rahwana, yang matanya terus jelalatan mencari dimana letak Sekar Dewaretna.

Kuwera: Rahwana, sudahlah buat apa menguak masa lalu yang menyedihkan itu..Rahwana, ajining manungsa iku kapurba ing pakartine dhewe, ora kagawa saka keturunan, kepinteran lan kasugihane. Nanging gumantung saka enggone nanjakake kapinteran lan kasugihane, sarta matrapake wewatekane kanggo keperluan bebrayan. Kabeh mau yen mung katanjakake kanggo keperluwane dhewe, tanpa paedah..... ingatlah Rahwana, nilai seorang manusia ditentukan oleh perbuatannya sendiri, tidak dibawa melalui keturunan, kepandaian dan kekayaannya. Tetapi bergantung bagaimana dia menerapkan kepandaian, kekayaan dan wataknya dalam bermasyarakat. Semua kalau diarahkan untuk kepentingan sendiri tidak akan bermanfaat...

Nasehat Batara Kuwera lewat bagai angin lalu di telinga Rahwana, segera setelah dia melihat jambangan bunga yang berkilau karena terdapat Sekar Dewa Retna yang sedang mekar... trengginas Rahwana melompat menendang jambangan itu hingga hancur berantakan dan mencabut Sekar Dewa Retna. Bathara Kuwera kaget, refleks segera mencoba menggagalkan niat Rahwana itu.

Setelah melalui pertarungan seru akhirnya Rahwana berhasil merebut Sekar Dewa Retna. Tetapi Bathara Kuwera bisa menyelamatkan Kumbang Ali-ali yang menghuni jambangan bunga pusaka tersebut. Ia mencipta kumbang itu menjadi seekor Wanara bernama Kapi Pramujabahu.

Pramujabahu kemudian turun ke Marcapada untuk meminta restu Sri Rama agar berhasil merebut kembali Sekar Dewa Retna. Oleh Sri Rama, Anila diminta membantu Pramujabahu, karena Anila adalah putra pujan Bathara Narada, pemilik Sekar Dewa Retna sebelum diserahkan ke Hyang Girinata.

Bersama Anila, Pramujabahu pun menyusup ke dalam gedung pusaka di dalam istana Alengka tempat Rahwana menyimpan bunga tersebut.

Prahasta yang ditugasi Rahwana menjaga Sekar Dewaretna berhasil diperdaya oleh ilmu sirep Pramujabahu sehingga sempat tertidur sejenak. Ketika ia bangun Sekar Dewa Retna telah hilang dicuri Pramujabahu.

Rahwana marah besar atas kelalaian Prahasta.

Rahwana: Paman Patih...sungguh keterlaluan ...bagaimana orang tua yang aku percaya seperti paman bisa teledor dan gombalan amoh seperti ini...

Prahasta: Anak Prabu...maafkan paman, rasa capek luar biasa dalam pertempuran terus menerus dengan pasukan Pancawati, membuat Paman terlena...hingga akhirnya terkena sirep wanara panglima Pancawati...

Rahwana: Huuuh...enak saja minta maaf...Paman tidak tahu betapa sulitnya aku merebut Sekar Dewa Retna itu dari Bathara Kuwera.... kalau tidak aku gunakan akalku yang cerdas...bagaimana mungkin aku bisa membawa Sekar Dewa Retna ke Alengka.

Prahasta: Anak Prabu, sesuatu yang di dapat melalui muslihat...kadang hilang dibalas dengan muslihat juga...karena itu sadarlah...tidak henti-hentinya Paman ingatkan...kembalikan saja Rakyan Sinta...itu istri orang...buat apa anak prabu bela dengan taruhan ribuan nyawa prajurit Alengka...

Rahwana: Heh kurang ajar!!... pengecut!!...malah menasehati...engkau boleh berstatus sebagai pamanku...tapi yang jadi raja itu aku...buat apa aku mendengarkan nasehatmu...guobloook!!!...orang tua ngga tahu diuntung...sekarang apa tanggung jawabmu Paman ?.... beranikah engkau maju ke medan laga, seperti adikku Sarpakenaka yang bahkan sampai ngrungkebi bantala...tewas sebagai pahlawan Alengka!!!

(Prahasta sangat sedih mendengar umpatan Rahwana, yang sepertinya mendorongnya untuk menyerahkan jiwa dan raga)

Prahasta: Anak Prabu Rahwana...baiklah kalau memang itu yang kamu kehendaki...aku pamanmu tidak pernah ragu membelamu, walaupun sebenarnya aku sadar, yang aku bela ini raja yang salah...Ngger, ingatlah saben tumindak sejangkah ngiloa marang kinclong-kinclonge banyu samudra sing suthik kanggonan sangkrah, jalaran sakehe uwuh mesti disingkirake minggir. Saben makarya sapecak, tuladhanen pakartine banyu tritisan, nadyan tumetes mbaka satetes, ditindakake kanti ajeg kaconggah mbolongake watu sing atose ngluwihi waja.... Rahwana, setiap berjalan satu langkah, bercerminlah pada gemerlapnya air samudra yang tidak mau ketempatan sampah, karena semua kotoran senantiasa disingkirkan kepinggir. Setiap langkah dalam pekerjaan, teladanilah perilaku air dari talang. Walaupun menetes satu tetes demi satu tetes mampu melobangi batu yang lebih keras dari baja....Saat aku maju me medan laga..sudah aku pastikan jiwaku akan aku darma baktikan untuk perjuangan itu...tetapi Ngger Rahwana, jika sepeninggalku, engkau masih berkubang dalam angkara murkamu...Oooo Ngger..tidak akan lama..tidak akan lama azab yang datang memberikan keadilan atas prilakumu.

Rahwana: Gomballl!!!....diam kau paman patih,...kalau memang engkau ksatria pilihan Alengkadiraja, sana berangkat kejar Sekar Dewa Retna sampai dapat...buktikan kemampuanmu, hingga nyawamupun jangan jadi penghalang!!!

Prahasta: Baik anak Prabu... Dhasar karoban pawarta, babaratan ujar lamis, pinudya dadya pangarsa, wekasan malah kawuri, yen pinikir sayekti, pedah apa aneng ngayun, andhedher kaluputan, siniraman banyu lali, lamun tuwuh dadi kasekaring beka.(Waosan serat Kalatidha - R.Ng Ranggawarsita bait ke 4)

Anak prabu pun paman sadar .. Memang banjir kabar, yang dibawa angin seakan mengenakkan hati, katanya dipilih menjadi pemuka, tetapi akhirnya malah tertinggal di belakang, bila dipikir benar-benar, apakah gunanya di muka menjadi pembesar, jika ikut menanam benih-benih kesalahan, tersiram air jadi lupa, kalau tumbuh niscaya berkembang menjadi bencana.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya