Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Prahasta Pralaya

Selasa, 22 September 2015

KISUTA.com - Prahasta berangkat mengejar Pramujabahu. Di tengah jalan ia harus bertempur menghadapi barisan prajurit wanara yang dipimpin oleh Anila. Anila juga berpangkat patih dalam pemerintahan Sugriwa, raja kaum Wanara di Goa Kiskenda.

Dalam pertempuran itu, Anila terdesak oleh Prahasta. Banyak prajuritnya yang tewas di tangan raksasa tua tersebut. Ia sendiri sudah kehabisan tenaga dan memilih melarikan diri menghindari amukan Prahasta. Di perbatasan kota Alengka, Anila menjumpai tugu besar, tanpa sadar kakinya terpeleset dan dia jatuh berdekatan dengan tugu itu...Sayup-sayup sampai didengarnya bisikan merdu dan lembut, ”Anakmas,...gunakan aku untuk meremukkan kepala ksatria agung ini....” Tanpa sadar tangan Anila meraih tugu batu itu, seperti ada kekuatan tambahan yang merasuk ke tubuhnya, Tugu itu diangkatnya dengan mudah dan menggunakannya untuk memukul kepala Prahasta. Prahasta pun tewas dengan tubuh hancur lumat.

Tugu yang dijebol Anila dan digunakannya untuk membunuh Prahasta tersebut berubah menjadi seorang bidadari bernama Indradi, yang tidak lain adalah ibu kandung Sugriwa. Ia merupakan istri seorang resi bernama Gotama yang telah mengutuknya menjadi tugu karena berselingkuh dengan Batara Surya. Kematian Prahasta oleh pukulan Anila telah membuat Indradi terbebas dari kutukan suaminya.

Sugriwa, Anoman dan Anggada yang tak jauh dari medan pertempuran Anila, terkejut melihat kejadian itu. Sugriwa segera berlari memeluk kaki ibunya, disusul Anoman dan Anggada.

Sugriwa: Duuh kanjeeeng iiibuuuuu...

Anoman & Anggada: Eyang putrii...

Indradi: Duh Jagad Dewa Bathara...anakku ngger Guwarsa... ternyata inilah saatnya kutukan ramamu pada ibu badar...dan Ibu bisa merasakan kembali pelukan kokohmu anakku sayang...

Sugriwa: Kanjeng Ibu...semoga kemuliaan paduka kembali dengan badarnya kutukan ini. Apakah kanjeng ibu akan kembali menyatu dengan Rama Begawan di pertapaan Agrastina atau Dewasana ibu?

Indradi: Tidak Sugriwa...Ramamu sudah berbahagia sebagai pertapa linuwih, yang memusatkan perhatiannya pada umat dan para cantriknya...kalau ibu menyatu lagi dengan ramamu.. luka yang pernah ibu sayatkan di sanubari kanjeng ramamu, bisa saja koyak dan berdarah lagi...Ooo Sugriwa, tak sanggup rasanya aku menyakiti hati yang sesuci ayahmu... Hyang Girinata sudah membuka jalan agar aku kembali sebagai bidadari di maniloka...hidup abadi untuk memayu hayuning bawana anakku...

Anoman: Eyang...ternyata benar cerita ibu, eyang cantiiiik sekali...tahukah eyang.. Bathara Surya yang tukmis mata keranjang itu, sudah pernah aku hajar, karena menggoda eyang...dan membuat eyang harus menerima kutukan dari Eyang Gotama...

Indradi: (Tersenyum sambil mengelus rambut di kepala Anoman, Anggada segera maju minta dielus-elus juga melihat kasih sayang Indradi)...Wayah-wayahku...cucu-cucuku yang perkasa...terima kasih darma baktimu ngger...pada masa muda, eyangmu ini sendiri masih lemah. Seberapa hebatpun godaan dari lawan jenis kita...kalau kita punya kekuatan untuk menolaknya, seharusnya aib itu tidak terjadi. Ooo Anoman... Anggada, sayang sekali eyangmu ini baru sekarang menyadari dan menyesali kesalahan yang aku buat... ngger hidup ini pilihan, kitalah yang berwenang memilih apa yang harus kita lakukan...

Sugriwa: Benar kanjeng ibu...dan ujung dari pilihan itu hanya berujud pahala atau azab... kita memilih yang benar, pahala kita dapat...salah kita pilih, azab lah bagian kita..Ooo kanjeng ibu, betapa ananda menerima azab yang harus kutanggung seumur hidupku.. (Sugriwa meneteskan airmatanya penuh sesal... terbayang perubahan wajahnya menjadi kera, dan saat-2 pilunya kehilangan Subali kakak terkasihnya).

Indradi: (Menggeser pelukannya ke arah Sugriwa, dengan curahan kasih sayang seorang ibu, dipeluknya Sugriwa, dan bibir mungilnya mulai menyenandungkan macapat gambuh yang menyentuh kalbu).

Pitutur bener iku, sayektine kang iku tiniru, nadyan melu saking wong sudra papeki, lamun becik wurukipun, iku pantes sira anggo.

Ana pocapanipun, adiguna adigang adigung, pan adigang, kidang adigung pinasti, adiguna ula iku, telu pisan mati samyoh.

Sikidang umbagipun, angendelaken kebat lumpatipun, pan si gajah angendelken gung ainggil, ula ngendelaken iku, mandine kalamun nyakot.

Iku upamanipun, aja ngendelaken sira iku, tukang Nata iya sapa kumawani, iku ambeke wong digung, ing wasana dadi asor.

Ambek digang puniku, angungasaken kasuranipun, para tantang candala anyenyampahi, tinemenan boya purun, satemah dadi geguyon. (Wulangreh Pupuh III Gambuh, bait 3-7 karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV).

Nasehat yang benar itu, seharusnya bisa diikuti..walau harus keluar dari orang kasta sudra, kalau baik ajarannya..itu pantas engkau pakai.

Ada pendapat sikap adigang(paling tangkas) adigung (paling agung) adiguna (paling cerdik)...sebagaimana adigang bagai kijang, adigung yang selalu pasti, adiguna bagai ular yg berbisa...ketiganya bisa mati bersamaan...

Sang Kijang senantiasa mengandalkan kecepatan dan kemampuannya melompat, si Gajah melambangkan kebesarannya dan Ular mengandalkan bisanya yang menjadi berarti saat menggigit.

Itu mengibaratkan, janganlah kamu mengandalkan ketiga hal tersebut, siapapun yang berani menjalani hal ini pada akhirnya malah menjadi pecundang.

Jika kaliyan lakukan, berasa memiliki kekuatan raga, selalu menantang siapapun yang ditemui, pada aklhirnya malah jadi tertawaan belaka...

Sugriwa, Anoman, Anggada hanyut dalam macapatan yang penuh makna ini, tanpa mereka sadari sayup-sayup suara Bathari Indradi mulai menghilang karena sang Bathari sudah kembali ke kahyangan Maniloka...

Tinggallah pesannya...
Adigang itu artinya orang yang mengandalkan kekuatannya.
Adigung itu artinya orang yang mengandalkan derajat pangkat dan keturunannya.
Adiguna itu artinya orang yang mengandalkan kecerdasan dan ketrampilannya.

Seharusnya orang tidak mengandalkan kelebihannya masing-masing, ketiga sifat itu kental terikat dalam watak dasar manusia. Karena itu jika salah satunya bisa dijabarkan lebih lanjut, bisa jadi ketiganya malah sirna (mati sampyuh).*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya