Jumat, 17 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Indrajit Gugur

Rabu, 30 September 2015

KISUTA.com - Senja temaram di Kasatriyan Bikungkung, wajah Indrajit yang muram membuat istrinya gelisah mencoba menangkap makna.

Dewi Sumbaga: Kakangmas...mendung bergayut di wajah paduka...apakah kematian kanjeng eyang Sumali dan adik-adik kita, Aswani Kumba dan Mba Kinumba sangat mengganggu paduka Kakangmas...

Indrajit: (Mendekati istrinya dan memeluk pundaknya dengan lembut, seakan ingin diserapnya kekuatan jiwa dari bidadari cantik yang bersedia menemaninya setiap saat ini)..Oo belahan jiwaku dinda Sumbaga...engkau selalu mampu membaca kegelisahan hatiku...ya Dinda, selain kematian orang-orang yang aku sayangi itu... jiwaku juga gelisah mencari jawab... Engkau tentu tahu, desas desus mengatakan bahwa Dewi Sintalah sesungguhnya putri ibunda Bathari Tari...tetapi karena diyakini sebagai titisan Bathari Widowati...Kanjeng Rama tetap nekad ingin memperistri Dewi Sinta, putrinya sendiri.. Ooo..Dinda...benarkah aku ini hanya anak pujan paman Wibisana ?....katiwasan banget hidupku...Ibu Bathari Tari mendidikku penuh kasih, aku menyayanginya tulus sebagai Ibuku.. Kanjeng Rama pun aku rasa cukup menyayangiku....tapi...aaah...kalau aku hanya anak pujan...betapa tak berartinya aku bagimu bidadariku...

Dewi Sumbaga: Duh kakangmas...jangan begitu, paduka suami hamba...kita menikah karena kita saling memahami...bukankah ketika paduka memintaku menjadi istrimu, sudah jelas hamba sampaikan mengapa hamba menerima paduka ?masih adakah keraguan itu?

Indrajit: Istriku, seorang bidadari cantik sepertimu, layaknya menerima suami yang punya banyak kelebihan...kaya, pilih tanding, kuat..dan nyata...bukan anak pujan sepertiku...

Dewi Sumbaga: Wahai kakangmas Indrajit..Lamun wong ngaku cukup, mratandhani kukurangan iku, wong ngungasaken kakendelan tandha jirih, wong ngaku kiyat pengkuh, tanda apes amalendo (serat Wedharaga – R.Ng Ranggawarsito)... kakangmas Bila orang mengaku kaya, menandakan ia miskin, orang yang menunjukkan keberaniannya tandanya ia penakut, orang mengaku kuat sentosa, tandanya ia lemah dan tak dapat diandalkan....terlalu banyak mengaku-aku, malah menunjukkan kelemahannya...orang seperti itu biasanya pengecut dan mudah cidra ing janji...Sungguh bukan seperti itu suami yang dinda harapkan.

Indrajit: Duh dinda pujaan hatiku...kebijaksanaanmulah yang membuatku nyaman berada disampingmu...apa yang harus aku lakukan agar aku tidak mengecewakanmu.

Dewi Sumbaga: Kakangmas...hamba tidak meminta apa-apa... Tungkul uripe, lan aja duwe kareman, marang pepas dunya, siyang dalu emut, yen urip manggih antaka. (serat Wulangreh – Sinuwun Pakubuwono IV)

Hiduplah dengan tekun dan hati-hati, jangan mengumbar kesenangan dunia, siang malam ingatlah, bahwa hidup berujung kematian.....Pada saatnya nanti kakangmas, akan ada perhitungan antara amal dan khianat..azab dan pahala...hidup paduka dan saya di Ngarcapada ini, tidak seberapa lama...tetapi kelak, jika paduka bisa menjadi penghuni surga, hamba akan menemani paduka selamanya sebagai bidadari maniloka...

Percakapannya dengan istrinya menjelang tidur, membuat Indrajit lebih tenang dan Ikhlas. Saat Rahwana memanggilnya untuk mempersiapkan diri sebagai Senopati perang, Indrajit menerima penugasan ini dengan tabah. Dibantu istrinya indrajit mempersiapkan diri dengan matang.

Pagi itu, peperangan prajurit Pancawati dengan pasukan Alengka di bawah pimpinan senopati Indrajit, dampingi putra-putranya Begasura dan Kuntalabahu berlangsung sangat seru.

Indrajit sangat perkasa di atas kereta kudanya, kesaktiannya luarbiasa, Anila, Anggada, Sugriwa bahkan Anoman kewalahan di buatnya.

Saat Indrajit terdesak oleh terjangan Anggada, dan kereta kudanya hancur tersambar panah Laksmana, Wibisana melihat Indrajit meloncat menepi dan mulai mempersiapkan Panah saktinya Nagapasa.

Tanggap akan kesaktian panah ini, Wibisana segera meminta Anoman untuk meninggalkan medan laga, Anoman diminta memetik daun Latamaosandi sebanyak-banyaknya untuk mengantisipasi korban kesaktian panah Nagapasa milik Indrajit.

Karena yakin dengan nasehat Wibisana, Anoman segera terbang menuju bukit Maliawan mencari daun Latamaosandi.

Panah Nagapasa lepas dari busur Indrajit, berdesing dengan suara riuh di udara. Sesampainya di medan pertempuran panah ini berubah menjadi ribuan ular yang segera menyerang pasukan Pancawati. Korban bergelimpangan, suasana menjadi hiruk pikuk, korban tidak pilih pangkat, bahkan Rama dan Laksmanapun menjadi korban.

Wibisana segera merapal mantera, terciptalah ribuan burung Garuda yang segera memakan ular-ular itu. Namun korban telah berjatuhan.

Wibisana segera menghampiri Indrajit. Perlahan tapi pasti, diajaknya Indrajit bicara, dikisahkannya masa kelahiran Indrajit sebagai anak pujan pengganti Sinta.

Karena sebelumnya Indrajit sudah berbicara dengan istrinya, dan memahami saat akhir hidupnya segera tiba, Indrajit mau mendengarkan cerita Wibisana dengan khusuk.

Setelah mendengar cerita Wibisana, Indrajit akhirnya sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membela angkara murka Rahwana. Ia pun meminta agar Wibisana mengembalikan dirinya ke asal-muasalnya.

Wibisana: Anakku ngger Indrajit...Panggawe becik puniku, gampang yen wus den lakoni, angel yen durung kalakyan,Ingkang becik kojahipun, sira anggoa kang pasthi, ingkang ala singgahan, aja sira anglakoni. Aja nganti kabanjur, barang polah ingkang nora jujur, yen kabanjur sayekti kojur tan becik. (serat Wulangreh – Sinuwun Pakubuwono IV)...Perbuatan baik itu,gampang jika sudah dijalani,sulit jika belum dilaksanakan, Segala yang baik, lakukanlah dengan pasti, yang buruk simpanlah, jangan engkau ikuti, Jangan berlarut, segala tingkah ketidakjujuran, jika sampai berlarut, pasti hancur dan tidak baik.

Indrajit kemudian mengheningkan cipta, sedangkan Wibisana melepaskan pusaka Dipasanjata ke arahnya. Tubuh Indrajit pun musnah seketika, dan kembali menjadi awan putih di angkasa.

Dengan tewasnya Indrajit, maka ular ular yang menyerang pasukan Pancawati pun lenyap. Namun prajurit yang terkena gigitan ular beracun tetap sekarat, dan butuh pertolongan cepat.

Syahdan sesampai di Gunung Maliyawan, Anoman menemukan bukit yang dimaksud oleh Wibisana.Karena pada waktu berangkat, Anoman menjadi gugup, sehingga ia lupa tidak meyakinkan lagi, nama daun apa yang tadi diminta oleh Wibisana. Setelah sampai dibukit Maliyawan. Anoman jadi bingung, ia sudah tidak ingat daun apa yang diminta Wibisana. Akhirnya Anoman mengangkat bukit Argajampi beserta seluruh tanaman yang ada di atasnya dan dibawanya kembali ke daerah pertahanan Pancawati. Wibisana mengambil daun daunan yang diperlukan untuk menawarkan racun ular berbisa. Para Perajurit dan punggawa, yang terkena serangan ular berbisa, termasuk juga Prabu Rama dan Laksmana dapat dipulihkan.

Rama: Yayi Wibisana...mari kita sempurnakan kematian Indrajit dengan mengantarkannya dalam doa. Karena sesungguhnya...Indrajit hanyalah menggenapi kisah angkara murka Rahwana, tidak ada niat dan tujuan pribadinya. Kita perlu membersihkan akhir kesadarannya, semoga tobat dan sesalnya diterima Hyang Widi Wasa.

Wibisana: Sendika dawuh Sinuwun....sebenarnya tadi Indrajit maju ke palagan didampingi oleh kedua putranya Begasura dan Kuntalabahu...Kuntalabahu ikut tewas bersama ayahnya, sementara Begasura sekarat...apa yang harus saya lakukan untuk Begasura sinuwun?

Rama: Rawat dia baik-baik Wibisana...pulihkan kesehatannya. Kembalikan ke Kasatriyan Bikungkung untuk menggantikan ayahandanya...jaga dari keangkara murkaan Rahwana.. Anak itu hanya menjalankan bhaktinya pada sudarma dan prajanya. Wibisana dan para Narpati semuanya saja ... Ngajapa tyas rahayu, ngayomana sasameng tumuwuh, wahanane ngendhak angkara kalindhih, ngendhangken pakarti dudu, dinuwa tibeng doh (serat Sabdatama – R.Ng Ranggawarsito)... Kejarlah tekad selamat, lindungi sesama umat, dengan jalan mengalahkan angkara, membuang perilaku buruk hingga sejauh-jauhnya... Memang benar, di alam kelanggengan nanti apa yang akan kita terima adalah urusan kita dengan Hyang Widi Wasa...tidak akan ada yang pernah tahu bagaimana hasilnya...Tetapi, kalau kita bisa memilih hidup yang lebih bersih, lebih selamat dan lebih baik, mengapa memilih hidup serong, melenceng dan durhaka...?*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya