Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Rahwana Sambat

Minggu, 4 Oktober 2015

Lêng-lênging driya mangu mangu
mangun kung kandhuhan rimang
lir léna tanpa kanin
yèn tan tulusa mêngku Sang Dyah utama.

Hati yg terpikat ragu-ragu
membuat kasmaran trenyuh sedih
seperti mati tanpa luka
bila tak berhasil mendapatkan Sang Wanita utama.

KISUTA.com - Wajah Rahwana kusut masai, matanya terbelalak melotot, menandakan jiwanya yang membara. Amarahnya mendidihkan darah yang membuat semburat merah di wajahnya makin kentara. Raja Alengka ini diamuk perasaannya yang menggelegak. Anak-anaknya tewas satu persatu, demikian juga dengan saudara-saudaranya dan kerabatnya. Kalaupun masih ada adiknya Wibisana...dia sudah menyeberang ke kubu musuh.

Gemeletak gigi Rahwana, tangannya terkepal, dengus nafasnya memburu, sesajen dupa di sanggar pamujan bergulung-gulung mulai membentuk sesosok tubuh. Di hadapan Rahwana, muncullah sukma Begawan Wisrawa, ayahandanya.

Wisrawa: Kulup, anakku ngger Rahwana, kadingaren raja perkasa sepertimu memuja semedi mengusik ketenangan sukma pun rama...ada apa anakku...?

Rahwana: Hem Rama Begawan..betapa tidak adilnya dunia ini. Dari sejak lahir tercipta hingga dewasa, hidupku terlunta-lunta.. aku harus berusaha sendiri, bertapa mesu diri di Gunung Gohkarna untuk mengejar kesaktian...katanya aku anakmu resi yang wasis, mengapa hidupku penuh derita...?

Wisrawa: Oo..oo Rahwana, engkau aku namakan Rahwana...karena Raunganmu yang dahsyat saat engkau dilahirkan...mengapa hanya engkau lihat kesengsaraannya..tidakkah kau lihat karunia yang telah engkau nikmati juga...sebagai raja sakti mandraguna, beristrikan bidadari, kaya, terkenal dan berkuasa...

Rahwana: Rama Begawan...semua yang kumiliki ini, harus melalui usahaku yang keras dan penuh ujian..wajar kalau aku mendapatkannya...tapi lihatlah nasib cintaku...cinta sejatiku pada Widowati...terus tertolak dan membuatku menderita...

Wisrawa: Rahwana...cintakah itu? Oo ngger, mungkin akulah yang bersalah...engkau ada karena nafsuku yang tidak terkendali.. hingga sekarang engkaupun melanjutkan liarnya nafsumu tanpa tahu adab dan norma...

Rahwana: Grrrgghhh...tidak!! Rama Begawan pengecut dan tidak mau memperjuangkan cintamu...mengapa lemah mengikuti omongan orang....beraninya engkau menyia-nyiakan kepasrahan ibuku Sukesi yang melayanimu sepenuh hati...

Petir menggelegar di langit Alengka, Sukma Begawan Wisrawa bergetar...sudah matipun, rasa pedih diingatkan dosanya masih mengejarnya...betapa hebat azab yang harus ditanggungnya...

Wisrawa: Rahwana...aku akui, kelahiranmu adalah kelahiran yang tidak diharapkan,..pada dirimu noda dan dosaku bersama ibumu terwujud...watak angkara murkamu adalah perwujudan nafsu kotor kami yang melewati batas-batas kepatutan..Oo anakku maafkan aku...

Rahwana: Bapa..tidak adil bagiku...kalau dosamu harus aku bawa dalam bergulirnya nasibku...engkau yang berbuat, bukankah seharusnya engkau juga yang menerima akibatnya...mengapa aku harus kena juga?

Wisrawa: Inilah tetenger, betapa seharusnya manusia memaknai hubungan ragawinya dengan niat ibadah...tanpa dikotori nafsu, yang akan terbawa ke anak cucu..Ooo Rahwana, aku sudah menerima azabku, matiku tak terhormat, sukmaku tidak bisa masuk ke surga abadi, siksa kuburku amatlah pedih...karena itu ngger, jangan kau ikuti nafsumu...berhentilah...kembalikan Sinta pada suaminya...engkau salah memaknai cintamu.

Rahwana: Tidaaakkk!!! Cpyaaar...Grubyyyaqch...(Rahwana menendang jambangan tempat sesaji, amarahnya meledak) Engkau Bapaku...mengapa ikut mengumpatku? Apa yang sudah kau berikan kepadaku anakmu, yang kau tinggal mati tanpa persiapan? Bapak macam apa engkau ini..sudah gulung gulungan main asmara dengan ibuku..enak saja kau tinggalkan tanggung jawabmu, mengejar surgamu...huh...!

Wisrawa: Rahwana...engkau memanggil sukmaku...kewajibanku mengingatkanmu, inilah bentuk kasihku...jangan kau ulangi kesalahanku, menjadi budak nafsuku sendiri...pupuslah ngger.. berhentilah... "Kang wus kaprah kalaku, inganggoa sapakolehipun, mung patrape den sumendhe aja kibir, manawa kena sisiku, wekasan rinasan ing wong." (serat Whedaraga pupuh Gambuh gatra ke 3 - R.Ng Ranggawarsita)...anakku Rahwana, Yang sudah lumrah terjadi, pakailah itu sedapat-dapatnya, hanya caranya hendaklah bersandar kepada Yang Kuasa dan janganlah sombong, sebab kalau kena murka Nya akhirnya dipergunjingkan orang..tidak baik mburu kebenaranmu sendiri...itu kental dengan nafsu...

Rahwana: Enyahlah engkau Bapa....cintaku pada Sinta sebagai titisan Widowati, adalah cinta yang suci...karena itu sedapat mungkin tidak kujamah dia, kalau bukan karena penyerahan pribadinya.

Rahwana mengibaskan tangannya, asap yang membentuk sosok Wisrawa lenyap...dengan gontai Rahwana menuju ke keputren, harapannya kali ini Sinta mau menerima cintanya...

Rahwana: Hooiiiii Sinta...Sinta....ayolah wong manis, kasihanilah aku...apa kekuranganku hingga kau siksa aku seperti ini...

Sinta: Yaksa...jangan engkau berani mendekatiku...aku wanita bersuami, tidak selayaknya engkau kotori dengan bau nafsumu...

Rahwana: Uuuueeeh...jian, pedas selalu ucapanmu, tapi itu malah makin memperbesar cintaku Sinta...engkau wanita pilihan yang tidak mudah ditundukkan...

Sinta: Rahwana...Lamun kongsi korup mring panggawe dudu, dadi pakuwoning eblis, klebu mring alam pakewuh, ewuh pana ninging ati, temah wuru kabesturon. (Serat Sabdajati pupuh Megatruh, gatra 5 - R.Ng Ranggawarsita)....Bilamana sampai terjerumus dalam perbuatan salah, hatinya menjadi tempat iblis, masuk ke alam yang berbahaya, menyebabkan sulit untuk dapat melihat jelas dengan ketenangan hati, akhirnya mabok lalu lengah...

Rahwana: chlessss...suaramu yang bening cah ayu...malah membuat asmaraku makin meradang...jangan engkau gurui aku...karena cintaku lebih besar untukmu...

Sinta: Nora kengguh mring pamardi reh rahayu, ayuning tyas sipat kuping, kinepung panggawe rusuh, lali pasihaning Gusti, ginuntingan kaya mernos. (Serat Sabdajati pupuh Megatruh, gatra 6 - R.Ng Ranggawarsita)..Rahwana...kau biarkan nafsumu membelenggumu, Lalu tidak tergerak oleh tuntunan keselamatan, maka tekad keselamatannya lari tunggang langgang menjauhinya, kemudian dia dikerumuni oleh perbuatan kotor, hingga lupa kepada kasih sayang Sang Khalik, akhirnya mudah digunting-gunting seperti kardus yang tak berdaya.

Dewi Sinta berlari menjauh...dengan sigap Trijata menghalangi Rahwana yang mengejar Sinta dan berusaha meraih tubuh Sinta.. Sinta selamat masuk kedalam kelambu keputren yang sudah di manterai Bathara Tari untuk melindungi putrinya ini.

Karena birahi Rahwana telah memuncak, kama benih (mani) raja Alengka itu jatuh, menimpa sehelai daun Nagasari. Ketika tertiup angin, daun yang telah ternoda kama benih itu melayang jatuh di hadapan Dewi Trijata. Trijata tanggap dengan tanda-tanda alam ini, daun yang ada benih Rahwana itu diambilnya hati-hati dan disimpannya pada sebuah cupu, disembunyikannya di sanggar pamujan.

Malam itu Rahwana, menghabiskan waktunya di keputren Dewi Banondari istrinya disamping Bathari Tari. Dewi Banondari adalah satu-satunya istri Rahwana yang ikhlas menerima Rahwana apa adanya, walaupun kepedihan hatinya memuncak dengan dipenggalnya kepala putra kembarnya Sondara Sondari untuk mengelabui Sinta, dan mengatakan bahwa kepala dua jejaka tampan itu adalah kepala Rama dan Laksmana...Banondari berhasil memupus dendamnya, dan meletakkannya dalam kerangka ibadahnya sebagai istri ... Lembut penuh kasih selalu diingatkannya Rahwana akan perbuatannya yang salah dan membawa petaka...Banondari sadar, semua usahanya sia-sia...tapi itulah yang dapat dilakukannya...selama dia masih menjadi istri Rahwana..kewajibannya untuk menuntun suaminya lepas dari kesesatan.

Malam merangkak meninggalkan hari...di penghujung fajar...Banondari menyiapkan baju Zirah suaminya...inilah saatnya Rahwana menggenapi hasrat hatinya.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya