Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Dasawilukrama Lahir

Jumat, 16 Oktober 2015

KISUTA.com - Tiupan angin sejuk, membawa berita kematian Rahwana ke pertapaan Suwelagiri. Dewi Trijata yang belum kembali ke Alengkadiraja, segera menemui ayahandanya Wibisana untuk menyampaikan cupu berisi kama (mani) Rahwana.

Trijata: Duh kanjengrama, sesungguhnya selain hamba membawa berita cara mengalahkan uwa prabu Rahwana dengan perantaraan yayi Sondara Sondari yang telah menjadi Giri Kembar. Hamba juga membawa cupu berisi kama uwa prabu yang terjatuh di daun nagasari, saat mencoba merayu uwa dewi Sinta yang terus menolaknya.

Wibisana: Anakku Trijata, kemarikan cupu itu.

(Wibisana mengambil cupu itu dari tangan Trijata, saat diterima Wibisana cupu itu mengeluarkan hawa panas dan bergetar hebat. Wibisana terkejut dan merasakan hawa kehidupan yang demikian kuat masuk ke dalam cupu tersebut, segera Wibisana bersila dan memusatkan bathinnya untuk mengendalikan zat yang bertumbuh hidup dalam cupu tersebut)

Blaaargh.....pyaaarrr.....Cupu itu pecah, dari dalam cupu lahirlah bayi denawa yang montok dan sehat......tangisnya begitu keras, hingga mengundang kehadiran beberapa panglima Pancawati...

Wibisana: Jagad Dewa Batara...betapa besarnya kuasa Sang Khalik, hingga dari kama kakaprabu, bisa tercipta bayi sesehat ini...

Anggada: Hhmm...jadi ini anak Rahwana? Sebaiknya kita basmi saja sebelum berkembang menjadi benih kejahatan seperti bapaknya...lagipula siapa yang mau merawat bayi yang tercipta dari kama Rahwana ini...

Wibisana: Anggada...aku tidak ingin mendahului takdir bayi ini...apakah anak dari seorang durjana akan tumbuh seperti orang tuanya? Aku rasa belum tentu..yang pasti, sebagai satria, pantang bagi kita menghalangi kehidupan....biarlah kehidupan itu sendiri yang akan menemukan jalannya. “Ngajapa tyas rahayu, ngayomana sasameng tumuwuh, wahanane ngendhak angkara kalindhih, ngendhangken pakarti dudu, dinuwa tibeng doh.” (Serat Sabdatama – R. Ng Ranggawarsito)...Anggada dalam prinsip hidupku, Kejarlah tekad selamat, lindungi sesama umat, dengan jalan mengalahkan angkara, membuang perilaku buruk hingga sejauh-jauhnya.... Biarlah aku sampaikan kejadian ini pada Sinuwun Prabu Rama, dan biarlah beliau yang mengambil keputusan apa yang harus kita lakukan dengan bayi ini.

Wibisana menghadap Rama Wijaya dan menceritakan dari awal kejadian sampai terciptanya bayi denawa yang ada dalam gendongannya.

Rama menerima bayi yaksa itu, sesaat kemudian sabdanya kepada seluruh narpati dan panglimanya.

“ Wahai seluruh Narpati dan Panglima Pancawati, ketahuilah aku menyetujui pendapat Narpati Wibisana, bahwa selayaknya kita tidak menghentikan kehidupan. Karena siapa tahu, dia membawa manfaat dalam pertumbuhannya. Adanya kehidupan ini tentu sesuai rencana Hyang Widi Wasa, bukan mau si Kehidupan itu sendiri untuk muncul. Siapakah kita yang merasa bisa menghapuskannya. Ingatlah....Jembaring samodragung, tanpa tepi anglangut kadulu, suprandene maksih gung manungsa iki, alas jurang kali gunung, neng raganira wus katon. (Serat Cipta Waskita – Sunan Pakubuwana IV)...Luasnya samudra raya, tiada bertepi dan sejauh mata memandang, tetapi masih besar adanya manusia ini, hutan jurang sungai gunung, di dalam diri manusia...karena itu, biarlah aku rawat bayi ini sebagai putra puponku (anak angkat) dan kuberi nama....DASAWILUKRAMA...

Gegap gempita wadya wanara bertepuk tangan mendengar dan merasakan kebesaran hati Rama Wijaya....hanya Jaya Anggada yang secara spontan menunjukkan rasa tak senangnya. Dengan mengernyitkan dahi dan cemberut Anggada meninggalkan tenda besar itu...bathinnya berbisik, dia harus awas dan waspada...bayi ini bisa jadi masalah di kelak kemudian hari...*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya