Rabu, 15 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Wiracarita Walmiki

Jumat, 23 Oktober 2015

KISUTA.com - Resi Walmiki berjalan mondar-mandir di teras pertapaan Wismaloka. Dahinya berkerenyit, tangannya terus menerus mengusap dagunya...percakapannya dengan Sinta semalam sungguh mengusik nuraninya.

Walmiki: Duh sang Dewi..betapa malang nasibmu, bukan cinta dan kasih sayang yang kau dapatkan, dari suami yang begitu lama terpisahkan..justru kecurigaan tak berujung yang membuatmu tersingkir saat kandungan mulai membesar.

Sinta (tersenyum): Sang Resi...aku memaknai ini sebagai perjalanan hidup dari tingkah perbuatanku sendiri. Aku sadar, semua bermula dari ketidakmampuanku menahan godaan nafsuku...

Walmiki: Aaah, apa maksud paduka? Godaan nafsu yang mana? Aa..aapakah Rahwana berhasil..aa..aa (Walmiki terkejut dan mulai terpapar curiga)

Sinta: Tidak sang Resi...kalau batinmu mulai meragukan aku.. bukan itu maksudku. Kesucianku adalah harga mati yang berhasil kupersembahkan pada Sang Rama...

Walmiki: Jadi apa maksud paduka dengan...godaan nafsu?

Sinta: Sebagai wanita, saat menemani suami prihatin dibuang ke hutan belantara. Seharusnya aku banyak berdoa mematikan godaan duniawi..tetapi, aku gagal menjadi istri idaman, godaan duniawi berupa kemewahan kijang kencana bermata berlian.. telah membuatku hilang kewaspadaan... aku merajuk, meminta suamiku bahkan adik iparku mengejar godaan duniawi itu Resi.. hingga dari sinilah azabku mulai aku hirup...

Walmiki: Aaah..kijang kencana itu...hanya itukah godaan duniawi yang membuat paduka terpuruk seperti ini? Betapa tidak adilnya?

Sinta: Wong kang ringkih iman lan batine bakal gampang dadi jujugane durjana apus-apus kang pating sliwer golek mangsan. Pirang-pirang wong kang kaselak percaya rembug pangiming-iming ora pinikir bakal kedadeyane ing tembe. Wusanane nandhang kapitunan lan kena ing apus. Mula ditansah waspada, aja lirwa ing kaprayitnan....Sang Resi, Orang yang ringkih iman dan batinnya mudah jadi incaran penipu yang berkeliaran mencari mangsa. Banyak orang cepat percaya iming-iming tanpa dipikir apa yang terjadi di belakang hari. Akhirnya mengalami kerugian dan tertipu. Karenanya selalulah waspada. Jangan kehilangan kewaspadaan.

Walmiki makin resah, rasa ibanya pada Sinta membuatnya tak nyaman. Kakinya melangkah sampai ketepi telaga, disana dilihatnya seorang pemburu memanah mati bangau betina yang sedang berkasih-kasihan dengan bangau jantan. Walmiki marah, keluarlah kutukannya:

mānishāda pratishṭātum samagah ṣāshvatīṣamāh
yat krouncha mithunādēkam sokam avadhīm kāma mōhitam

(O, pemburu, karena kau membunuh burung yang sedang menikmati manisnya madu asmara, maka kau tidak akan memiliki rumah serta mengembara sepanjang hari)

Setelah mengutuk si pemburu, Walmiki mulai menyesali diri. Dia mengumpat dirinya sendiri dengan rangkaian kata yang tersusun rapi dan panjang. Sesaat ia takjub dengan irama yang diucapkan sendiri. Walmiki bermeditasi. Dalam meditasinya, Dewa Brahma muncul dan bersabda bahwa hal tersebut adalah awal proses penulisan Ramayana. Setelah berkata demikian, Brahma memberi anugerah supaya Walmiki mampu melihat segala peristiwa yang terjadi, dan juga mampu melihat watak setiap orang dengan jelas.

Setelah pertemuannya dengan Brahma, mulailah Walmiki menuliskan episode Ramayana, berbekal cerita langsung dari Sinta.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya