Jumat, 17 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Bathari Gangga dan Dosa Para Wasu

Kamis, 12 November 2015

KISUTA.com - Swargaloka dihias indah. Jurumasak disuruh memasak makanan-makanan lezat tiada tara. Hari itu Sanghyang Girinata, berniat menjamu Raja Mahabisa, yang sesaji dan doa-doanya membuat Bathara Guru berkenan, dan ingin membalas kesetiaan dan ketaqwaan Sang Raja dengan jamuan para Dewa.

Para bidadari yang cantik, diminta menjadi penyaji jamuan untuk menghargai para tamu dewa tersebut.

Saat pesta sedang berlangsung, tiba-tiba Bathara Bayu berbangkis, dan menimbulkan angin besar yang bertiup menyingkapkan pakaian Dewi Gangga. Para hadirin tertunduk supaya Dewi Gangga tidak malu. Namun, raja Mahabisa malah membelalakkan matanya dan berdecak kagum melihat kecantikan dan keindahan tubuh Bathari Gangga.

Raja Mahabisa: Ooughh...luarbiasa keindahan yang sempurna duh Jagad Dewa Bathara...ck..ck..ck...

Dewi Gangga: Kurang ajar!!! Mulutmu tak patut mengucapkan kata-kata tak sopan itu hei raja...tutup matamu, jaga kesopananmu...

Raja Mahabisa: Aah...bagaimana mata ini bisa terkatup menampak keindahan yang tak puas kureguk wahai dewiku.

(Dewi Gangga menangis malu, dan berlari keluar ruangan)

Sanghyang Girinata sangat murka melihat kelakuan Raja Mahabisa, lalu menghukumnya turun ke dunia. Demikian pula Dewi Gangga yang tak mampu menahan kemarahannya hingga keluar sumpah serapahnya.

"Dengarlah wahai para dewa dan dewi...kejadian ini membuat Raja Mahabisa harus kembali ke Mayapada, menitis pada putra mahkota Astinapura, dan Dewi Gangga juga aku turunkan ke Mayapada kelak akan bersanding dengan titisan Mahabisa untuk menebus dosa-dosa mereka. Jika gejolak nafsu mereka telah reda terbalut zaman, mereka akan aku terima kembali ke alam kelanggengan."

Sementara itu, di lereng Himalaya pertapaan Resi Wasista, ada 8 wasu, yakni manusia setengah dewa yang hidup abadi, tengah bercengkerama dengan para istri mereka. Delapan Wasu tersebut adalah: Dhara (bumi), Anala (api), Ap (air), Anila (angin), Dhruva (bintang kutub), Soma (bulan), Prabhasa (fajar) dan Pratyuua (sinar).

Ketika melewati kandang lembu Nandini yang dirawat Resi Wasista, istri Prabhasa merajuk, "Suamiku, curilah lembu itu, sungguh air susunya sangat berkasiat bisa menjadikan hidup ini abadi. Memang kita sudah menjadi makhluk abadi, tetapi aku punya teman manusia biasa yang sangat aku sayangi dan kagumi... curilah sapi itu, agar temanku bisa hidup abadi seperti kita." Mula-mula Prabhasa menolak, tetapi rengekan istrinya dan teman-temannya yang mulai memanas-manasi suasana mulai menggoda imannya, "Baiklah kalian lihat aku akan curi sapi ini dari Resi Wasista, siapa takut...Resi Wasista memang kekasih para dewa, karena itulah dia dipercaya merawat lembu Nandini, tapi kita juga Makhluk setengah dewa...biarlah kita pinjam lembu ini sebelum resi Wasista menyadarinya."

Prabhasa, mengajak saudara-saudara dan para istri mereka menyeret lembu Andini keluar kandang. Karena nafsu angkara yang membelenggu jiwa mereka, saat mereka menyeret lembu Andini itu, wajah para istri wasu itu berubah menjadi raseksi yang menjijikkan. Belum usai kekagetan para wasu terdengarlah kutukan Resi Wasista yang menangkap basah kelakuan mereka.

"Para Wasu, kelakuan kalian lebih hina dari kelakuan manusia yang nista, karena itu bukan di Swargaloka lagi tempat kalian, kalian terkutuk dan harus menjalani hidup di dunia fana terpisah dari anak istri kalian hingga kalian menyadari kekeliruan sikap kalian dan kutukan ini lenyap."

Para Wasu itu menyesali perbuatan mereka dan meminta Resi Wasista mencabut kutukannya.

Resi Wasistha berkata: “Kutukan telah terucap akan berlaku pada waktunya nanti. Prabhasa, engkau wasu yang melarikan sapiku engkau akan menjalani kehidupan yang panjang namun aku peringan bahwa hidupmu akan penuh kemuliaan. Para wasu lain setelah terlahir di dunia akan lepas dari kutukanku, asalkan sebelum bersentuhan dengan dosa, Ibu kalian mengembalikan jasad kalian ke sungai gangga. Aku tidak dapat membatalkan, tapi dapat melunakkan kutukanku.” Kemudian, Resi Wasistha kembali memusatkan konsentrasi pada keheningan, yang semula bergolak karena amarah.

Seorang resi yang sedang bertapa brata memang mendapatkan kekuatan untuk mengutuk, tapi setiap kali ia menggunakan kekuatannya untuk mengucapkan kutukan, tingkat kesucian yang telah dicapai akan berkurang.

Para wasu merasa lega, mendapat keringanan kutukan dari Resi Wasista. Kemudian mereka menghadap Bathari Gangga yang segera turun ke dunia menjalani kutukan Sanghyang Girinata dan memohon: “Sudilah kiranya Batari menjadi ibu kami. Sudilah kiranya Batari saat turun ke bumi menikahi pria yang bermartabat. Setiap kali melahirkan buanglah jasad kami ke sungai Gangga. Lepaskan kami dari kutukan.“


Bathari Gangga: Ya, para wasu, ternyata bukan hanya kalian yang tergoda nafsu mengambil yang bukan haknya...Akupun sebagai bidadari tidak bisa menahan wicara, mengumbar amuk hingga aku harus kembali belajar melatih kesabaranku sebagai wanita biasa di dunia. Wahai para wasu, camkanlah, kita dikutuk turun ke dunia adalah untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Hendaknya kita tanggalkan kepongahan sebagai penghuni swargaloka agar tuntaslah lelaku kita...

Mulut indah Bathari Gangga mulai menyenandungkan macapat Kinanthi Pupuh II Waosan Serat Wulangreh Gatra ke 1-4 karya Sri Susuhunan Paku Buwana IV:

• Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra, kaprawiran den kaesthi pesunen sariranira, sudanen dhahar lan guling.
• Dadiya lakuniraku, cegah dhahar lawan guling, lawan ojo sukan-sukan, anganggowa sawatawis, ala watake wong suka, nyuda prayitnaning batin.
• Yen wus tinitah wong agung, ywa sira gumunggung dhiri, aja nyelakaken wong ala kang ala lakunireki, nora wurung ngajak-ajak satemah anenulari.
• Nadyan asor wijilipun, yen kelakuwane becik, utawa sugih cerita, kang dadi misil, yen pantes raketana, darapon mundhak kang budi.

• Mari latih dan pahami hati, agar perasaan bisa lebih tajam, jangan hanya makan dan tidur, Watak kesatria harus dipelajari, latih tubuhmu, kurangi makan dan minum.
• Jadikanlah kebiasaanmu, mencegah makan dan tidur, dan jangan suka bersenang-senang, Jika perlu lakukan seperlunya, buruklah watak orang yang hanya bersuka-suka, akan mengurangi kewaspadaan batin.
• Jika sudah ditakdirkan menjadi orang besar, janganlah kamu menyombongkan diri, jangan dekat dengan orang yang wataknya buruk, biarlah dia seperti itu, karena nantinya akan mengajak, pada akhirnya akan menular.
• Meski berasal dari rakyat jelata, jika wataknya baik, atau yang pintar berbicara, Yang jadi intinya, jika memang layak, dekatilah dengan harapan akan mengangkat harkatmu.*

Ira Sumarah hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya