Jumat, 17 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Durgandana Katampi

Minggu, 22 November 2015

KISUTA.com - Durgandana dan Durgandini, putra putri kembar Bathari Andrika yang diasuh pasangan nelayan Ki Dasabala, sudah mulai berangkat remaja. Durgandana tumbuh sebagai remaja putra yang tampan dan cerdas, sementara Durgandini, walaupun wajahnya juga rupawan namun badannya bersisik dan berlendir yang menyebarkan bau amis, sehingga dia tumbuh sebagai remaja putri penyendiri yang dijauhi teman-temannya. Dasabala bersama istrinya sangat mencintai kedua anak kembar ini. Namun sesuai pesan Bathari Andrika, saat keduanya remaja, Dasabala mengantarkan sepasang anak kembar itu ke kerajaan Wirata, untuk diserahkan pada Prabu Basuparicara.

Di Kerajaan Wirata, Dasabala dan si kembar diterima oleh Sang Prabu dan permaisurinya Dewi Girika. Sang Prabu yang sakti dan mampu berkomunikasi dengan binatang, sudah tahu kisah anak kembarnya dari laporan burung gagak yang dulu diperintahkan membawa 'kama'nya ke sang permaisuri. Dengan bijaksana Sang Prabupun telah mengisahkan peristiwa kelahiran putra putri kembarnya pada Dewi Girika. Sang Dewi bisa menerima, karena bukankah keluarnya kama sang prabu juga karena kerinduannya pada Sang Dewi.

Dewi Girika menunjukkan raja sayangnya pada Durgandana, namun roman mukanya selalu mengerenyit, dan tangannya menutup hidung saat berdekatan dengan Durgandini. Sang Prabu tanggap pada bahasa tubuh istrinya. Sabdanya pada Dasabala.

Basuparicara: Dasabala, saat kau serahkan anak-anakku ini padaku, bagaimana perasaanmu? Apakah sebenarnya engkau juga menyayangi anak-anakku?

Dasabala: Duh Sang Prabu, saya ini hanya nelayan sederhana yang kesepian tak berputra. Sejak kami suami istri dipercaya Bathari Andrika mengasuh putra putri paduka, hidup kami bagai di surga. Kedua anak ini luar biasa membawa kebahagiaan dan menyemarakkan hidupku dan istriku (Dasabala tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca, dibelainya Durgandini dengan rasa kasih)...namun hamba sadar, ini bukan hak hamba...mereka putra putri paduka...Ooo Sang Prabu, sayangi mereka dengan tulus...jangan beda-bedakan mereka (suara Dasabala tercekat ditenggorokan, dipeluknya Durgandini erat-erat, airmata mulai menetes di pipinya, sikap Sang Permaisuri yang seperti jijik pada Durgandini, membuatnya was was bahwa sang putri akan menderita disisihkan)

Basuparicara: Hhmm...Hentikan tangismu Dasabala...dengarlah.. Durgandana akan aku terima dan aku didik sebagai putra mahkota Wirata, dan mulai saat ini bergelar, Pangeran Matswapati. Sedangkan Durgandini...aku lihat engkau begitu menderita Dasabala, kasih sayangmu tulus pada anak-anakku.. Baiklah untuk mengurangi kesedihanmu...aku titipkan Durgandini padamu...sampai kelak penyakitnya sembuh, barulah aku akan menerima Durgandini di Wirata. Jangan salah paham anakku Durgandini, aku melihat dari wangsit ilmuku bahwa obat untuk penyakitmu tidak akan jauh dari Sungai Gangga. Karena itu ikutilah Dasabala sebagai tukang perahu...aku mengiringimu dengan pangestu nir ing sambekala...semoga cepat usai penderitaanmu Nini...

Durgandini dan Dasabala mengangguk menerima sabda sang prabu tanpa berkata-kata. Perasaan mereka campur aduk mendengar sabda Sang Prabu.

Basuparicara: Durgandana, namamu sekarang Matswapati...belajarlah ilmu pemerintahan sebagai calon penerusku...tetapi tetaplah lembah manah, tidak sombong, dan jangan meremehkan orang lain.

Matswapati menganggukkan kepala, Sabda ayahnya begitu indah menyentuh perasaannya. Matswapati dan Durgandini berpelukan erat, sebelum sang putri kembali ke tepi Sungai Gangga, mengikuti pengasuhnya, Kyai Dasabala.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya