Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Pilihan Parasara dan Santanu

Kamis, 3 Desember 2015

KISUTA.com - Sekembali Prabu Santanu dari Sungai Gangga, beliau jatuh sakit. Walaupun mencoba menepiskan bayangannya dari Dewi Satyawati, ternyata sekian lama merindukan kehadiran seorang istri, dan pesona lahiriah Dewi Satyawati telah mjenggoncangkan iman sang Prabu. akhirnya kekuatan raganya runtuh. Sang Prabu gering.

Dewabrata: Ayahanda, ananda lihat penyakit ayah ini tidak seperti biasanya. Ayah seperti tidak bersemangat makan, hari-hari ayah isi dengan lamunan kosong...adakah yang bisa nanda lakukan untuk menyembuhkan ayah...

Santanu: Ah, Dewabrata anakku...tidak apa-apa...bagaimana pelajaranmu mengolah dirimu sebagai putra mahkota ? bukankah ibumu mengirimkan Bathara Bayu, Brahma, dan Dharma untuk mendidikmu anakku...

Dewabrata: Ya Ayah, terima kasih pada ayah dan ibu yang begitu peduli pada ananda. Ananda merasakan bekal ilmu yang ananda serap begitu luarbiasa. Semoga ananda tidak mengecewakan ayah.

(Pangeran Dewabrata, mengusap keringat dingin di dahi Sang Prabu dengan kasih sayang)

Dewabrata: Ayah...rindukah ayah pada Ibu ?...ayah tahu ibu tidak mungkin kembali pada ayah...mengapa ayah tidak menikah lagi ? carilah istri yang sesuai dengan harapan ayah...ananda sudah dewasa, ananda akan bantu ayah untuk meminang putri jelita pilihan ayah.

(Tersekat tenggorokan prabu Santanu mendengar kata-kata Dewabrata yang begitu dewasa)

Santanu: Aaah...tidak Dewabrata...ayah sudah bahagia melihat perkembanganmu Nak...biar ayah dampingi engkau, hingga saatnya tiba aku wariskan tampuk pemerintahan Hastinapura padamu...nanti ayah akan bertapa saja hingga tiba saatnya ayah berkumpul dengan ibumu Bathari Gangga...

Jawaban Prabu Santanu membuat Dewabrata penasaran, dia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Sang Prabu.

Dewabrata memutuskan napak tilas perjalanan ayahnya di Sungai Gangga, hingga dipetang hari, Dewabrata bertemu dengan Dewi Satyawati, tukang perahu yang cantik jelita berpakaian mewah dan berbau harum. Dewabrata mencoba menyediki tukang perahu ini, karena bathinnya merasakan tentu ayahnya menaiki perahu gadis jelita ini.

Dewabrata: Wahai ayunda tukang perahu, bolehkah aku tahu siapakah andika? Mengapa dara secantik ayunda mau menjadi tukang seberang?

Satyawati: Aku Dewi Satyawati, putri kerajaan Wirata, janda dengan satu anak...aku sedang menjalani tapa ngrame mencari calon suami...engkau tampan raden, tapi wajahmu dan penampilannu terlalu muda untukku...siapakah engkau ksatria tampan?

Dewabrata: Aku Dewabrata, putra mahkota Hastinapura...apakah ayunda pernah memyeberangkan ayahandaku Prabu Santanu?

Dewi Satyawati memandang tajam pemuda ini, sungguh tampan wajahnya. Tak heran karena ayahandanyapun tampan dan gagah. Satyawati menghela nafas panjang, tersirat kekecewaan di rona wajahmu...

Satyawati: Aaah jadi engkaulah Dewabrata, putra mahkota Hastinapura....Hhm..raden ayahmu bukan hanya menyeberang dengan perahuku...dia juga melamarku untuk menjadi istrinya...

Dewabrata: Ah baguslah kalau begitu...bukankah ayunda tapa ngrame untuk mencari jodoh? ayahku raja yang gagah dan tampan...aku jamin beliau penuh welas asih, ayunda akan bahagia menjadi ibu tiriku...ayolah ayunda, terimalah lamaran ayahku...

Satyawati : Dewabrata aku sudah menolak lamaran ayahmu...

Dewabrata: Kenapa? Kurang tampankah ayahku...ayunda pertimbangkanlah...beliau raja besar yang sangat bijaksana...

Satyawati: Mungkin engkau benar...tapi dia sudah memiliki putra mahkota...yaitu engkau...Sebagai putri raja Wirata, aku ingin anak-2ku kelak menjadi raja juga...dan itu tidak mungkin aku dapatkan dari Wirata...karena saudara kembarku Durgandana atau Pangeran Matswapati sudah ditetapkan sebagai Putra Mahkota...

Hening mencekam usai Satyawati berbicara, angin berhenti berhembus, jengkerik dan lebah yang berdengung terpana dalam kebisuan...

Dewabrata: Ayunda...kalau hanya itu syaratmu...aku akan melepaskan hakku sebagai pangeran mahkota...mari ayunda, aku ajak engkau menemui ayahku...aku ikhlas demi cintaku pada beliau...

Satyawati (tersedu dara jelita ini menggenggam tangan Dewabrata dengan erat) : Duuuh putra mahkota...sungguh benar kata-kata ayahmu, bahwa engkau anak yang sangat berbhakti dan berhati lurus...tapi Dewabrata...engkau ikhlas...engkau rela, bagaimana nanti dengan istri dan anak-anakmu...Aah...aku tidak mau terjadi pertumpahan darah karena perebutan kekuasaan diantara keluarga raja...

Dewabrata memejamkan matanya, dikumpulkannya kekuatan bathinnya...kemudian kata-katanya tegas "Ayunda Satyawati, dengarlah sumpahku ini...aku sangat mencintai ayahku yang sekian lama mendampingiku tanpa belaian seorangpun wanita.. Kalau itu yang menjadi kekhawatiranmu..AKU AKAN SUMPAH WADAT...Dewabrata tidak akan menikah seumur hidup...hidupku kuabdikan pada kemuliaan ayahku dan negaraku..."

Angin topan menderu, guntur tiba-tiba menyalak..Dewi Satyawati terperancat mendengar sumpah wadat Dewabrata...sesaat sesal menyeruak kedalam nuraninya, aah, betapa bahagianya seandainya dia memilili putra seperti Dewabrata. Dipeluknya pemuda tampan itu, bisiknya tergagap "Putra Mahkota, tak ada bandingnya cintamu pada sudarmamu...pengorbananmu begitu besar, ah Dewabrata semoga rengekanku ini tidak membawa malapetaka bagi Hastinapura, karena aku telah menyingkirkan pemuda luarbiasa sepertimu dari hakmu pribadi. Maafkan aku Dewabrata."

Ayunda, persiapkan dirimu sebaik-baiknya, aku akan segera mengajak ayahandaku untuk menjemputmu kemari, sebagai permaisuri Hastinapura. Satyawati hanya mampu menganggukkan kepala dalam keharuan yang mencekam. "Ya putra mahkota, jika di hilir sungai ini tidak engkau temui aku susurilah hingga pertapaan Wukir Retawu atau Sapta Arga, aku mungkin sedang berpamitan dengan mantan suamiku dan anak tunggalku yang bertapa disana.

Pangeran Dewabrata segera menghadap ayahnya, menceritakan usahanya meluluhkan hati Satyawati agar mau diperistri ayahnya tanpa bercerita mengenai sumpahnya untuk mendapatkan persetujuan Satyawati. Prabu Santanu sangat bangga dengan putranya, dipeluknya putra terkasih ini, dan dengan penuh semangat bergegas mempersiapkan diri menjemput calon permaisurinya.

Sesuai kesepakatan dengan Satyawati, saat mereka tidak menemukan Satyawati di Sungai Gangga, mereka langsung menuju pertapaan Wukir Retawu. Disana prabu Santanu melihat betapa mesranya Satyawati memegang tangan Begawan Parasara, mantan suaminya untuk pamitan...menggelegak kecemburuan Prabu Santanu, tiba-tiba tanpa dapat dihindari, diserangnya Begawan Parasara, agar menjauh dari jangkauan Satyawati. Terjadilah perang tanding diantara dua laki-laki perkasa ini, perang yang seru dan bisa membawa korban karena kesaktian mereka yang tinggi. Tiba-tiba datanglah Batara Narada melerai keduanya...

Narada: Uuuups...kaki Santanu dan Parasara...berhenti, tak patut kalian berbuat seperti ini untuk memperebutkan seorang wanita.

Santanu: Sebagai pertapa seharusnya dia bisa menahan diri, tidak meremas tangan wanita dipenuhi nafsu...

Parasara: Hmm, Satyawati adalah ibu anakku..aku bisa menjaga diriku, mengapa engkau begitu takabur...engkau belum menjadi suami Satyawati...apakah tidak kamu pikirkan, bisa saja Satyawati membatalkan keputusannya dan memilih hidup bersamaku di Wukir Retawu...

Narada: Eitsss....nanti dulu...wah runyam bisa perang lagi...jangan tantang tantangan begini...kalian jawablah pertanyaanku...Wahai Parasara, engkau lebih tua, biarlah engkau yang memilih dulu... apakah engkau memilih kemuliaan di Arcapada (dunia manusia) atau Mayapada (dunia kedewataan).

Mendengar kata-kata Bathara Narada, Parasara memilih kemuliaan di Mayapada. Sedangkan Sentanu memilih kemuliaan di Arcapada. Akhirnya Narada memberikan Satyawati untuk mendampingi Santanu mereguk nikmatnya kemewahan duniawi, namun kelak akan terbukti justru keturunan Parasaralah yang akan langgeng memerintah kerajaan-2 besar di Arcapada dan Parasara akan dimuliakan sebagai Maharesi di Mayapada.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya