Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Wayang

Kasih tak Sampai Dewabrata

Rabu, 16 Desember 2015

KISUTA.com - Persiapan Raden Dewabrata mewakili Prabu Wicitrawirya, untuk mengikuti sayembara di negeri Kashi tuntas sudah. Dewabrata berangkat diiringi restu Ibu suri Satyawati, dan harapan dari Prabu Wicitrawirya.

Kerajaan Kashi di timur Hastinapura, adalah kerajaan besar, rajanya Prabu Harganagari, memiliki 3 putri yang sangat jelita, mereka adalah Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. Untuk mencari jodoh bagi ketiga putrinya, Prabu Harganagari menyelenggarakan sayembara yang diikuti oleh raja-raja muda 1000 negara. Sayembara sudah berjalan sepekan, dan dari perjalanan sayembara itu, unggulan yang selalu memenangkan babak sayembara adalah Prabu Salwa dari negri Giringangin.

Sebenarnya antara Prabu Salwa dan Dewi Amba, memang sudah terajut getar-getar asmara, namun karena Sang Prabu Harganagari menghendaki suami putrinya adalah raja ksatria yang dihasilkan dari Sayembara tersebut, maka dengan tekun Prabu Salwapun mengikuti sayembara itu.

Pada babak-babak terakhir sayembara, pecah sorak sorai di alun-alun Kashi, ternyata dari Gapura Ageng, masuk rombongan Hastinapura mengiringi Raden Dewabrata dengan segala kemegahannya...

Ksatria pideksa, yang tegak duduk di atas pelana kuda putihnya. Kilauan cahaya matahari menyapu roman wajahnya, parasnya bersinar keemasan, menonjolkan ketampanan wajahnya. Kedua putri Ambika dan Ambalika, tak kuasa menyembunyikan debar jantungnya yang mulai berdegub membentur dinding-dinding dadanya. Hanya Amba, yang tidak mengalihkan pandangannya pada Prabu Salwa. Dewabrata melirik Amba, putri jelita ini memiliki pesona tersendiri di mata Dewabrata, saat kedua adiknya beradu lempar kerling untuk menarik minatnya, putri ini memandangpun tidak kepadanya. Dewabrata mengikuti arah pandangan Amba ke Salwa. Dengan senyum dewasanya, Dewabrata memaklumi, apa sebenarnya yang sedang terjadi.

Sesuai ketentuan sayembara, karena Salwa adalah pemenang di hampir semua babak, maka Dewabrata tinggal berhadapan dengan Raja Muda itu, sebagai peserta terakhir.

Pertarungan kedua ksatria tampan ini berjalan dengan seru. Namun terlihat betapa Dewabrata jauh di atas angin. Pukulan sakti, tendangan dan tamparan bak tatit yang dilancarkan oleh Salwa yang perkasa, seakan membentur tembok, dan dinikmati saja oleh Dewabrata bak pijatan perawan cantik nan gemulai. Salwa mulai terengah-engah kehabisan nafas, pada satu kesempatan sentilan tangan Dewabrata di pelipis kirinya, membuatnya limbung....Salwa roboh, Amba terpekik, tanpa sadar Pambajeng jelita ini lari memeluk Salwa sebelum roboh ke tanah...

Amba: Kakangmas...duh kakangmas Salwa mengapa begini jadinya...

Salwa: Dinda Amba...maafkan aku, jauh dari harapanmu...menjauhlah engkau dariku dinda, sesuai paugeran putri utama, engkau sudah menjadi hak Raden Dewabrata, jangan engkau langgar kesucianmu...

Dewabrata: Adimas Salwa...tenangkan hatimu, aku memahami apa yang terjadi di antara kalian...karena itulah aku sengaja tidak melukaimu berlebihan. Hiduplah bahagia dengan Dewi Amba, biarlah aku membawa Ambika dan Ambalika...itu sudah cukup bagi Hastinapura...

Salwa: Duuuh kanda jangan begitu...sayembara ini padukalah pemenangnya. Sayembara ini dilihat oleh rakyat seluruh penjuru negeri. Jagalah martabat dan kehormatan Dinda Amba, kalau kanda menolaknya....betapa rendah martabatnya di mata khalayak.

Medan sayembara menjadi senyap, Salwa mendorong Amba menjauhi dirinya untuk menyerahkan diri ke Dewabrata, Dewi Amba menghela nafas panjang..sambil memejamkan matanya dia beringsut berdatang sembah kepada Dewabrata. Amba sadar, inilah paugeran negri yang menempatkan putri sebagai hadiah sayembara, sikap berbeda yang akan diambilnya akan mencoreng kehormatannya sebagai putri utama, juga kehormatan ayahnya dan negeri tercinta. Amba melirik Dewabrata, hhmmm...dengan wajah setampan itu dan budi pekerti luhur yang ditunjukkannya, sepertinya tak sulit menerima keikhlasan dan mulai merajut rasa baru.

Dewabrata akhirnya membawa para putri boyongan ke Hastinapura, Ambika dan Ambalika ditandu, sedangkan Amba memilih menaiki kuda berendeng dengan Dewabrata. Di tengah hutan Wanamarta, Dewabrata mengajak rombongan beristirahat. Sembari istirahat, dikumpulkannya para putri dan disampaikannya masalah yang dihadapinya.

Dewabrata: Para Diajeng putri-putri Kashi, ketahuilah...sebenarnya aku ini hanya duta Hastinapura. Kalian nanti sampai di Hastinapura tidak akan bersanding denganku...tetapi menjadi istri dari Raja Hastinapura...adikku tersayang Prabu Wicitrawirya...

Amba, Ambika, Ambalika : Aaaah...hanya duta? (terbersit rona kekecewaan di wajah ketiganya)

Dewabrata: Ya...tapi jangan khawatir, adikku adalah raja muda yang tampan dan berbudi mulia...(Ambika dan Ambalika menundukkan kepala pasrah, Amba menatap mata Dewabrata tajam...)

Amba: Kami ini hadiah pemenang sayembara...kalau memang raja Hastinapura mencari istri...mengapa tidak berangkat sendiri mengikuti sayembara?

Dewabrata: Kerajaan kami tidak bisa ditinggalkan...karena itulah aku mewakili adikku...

Amba: Tidak...tidak untukku...telah kulepaskan perasaan dan harapanku pada kekasih hati...karena martabat dan kehormatan negaraku adalah taruhan yang besar di depan mataku...tetapi...kalau aku menjadi barang yang diayun-ayunkan kesana kemari, maaf raden..tentu Amba boleh menentukan sikap.

Dewabrata: Apa maksudmu Amba...

Amba: Bawalah diajeng Ambika dan Ambalika kepada rajamu...tetapi aku tetap akan menjadi sisihanmu raden...itulah patrap yang benar, karena engkaulah pemenang sayembaranya.

Dewabrata menjauh dari jangkauan tangan Amba yang hendak menyentuhnya.

Dewabrata: Jangan Amba...ketahuilah aku ini sudah SUMPAH WADAT...Aku tidak akan menikah dan berumah tangga seumur hidupku...

Dewi Amba seakan tidak peduli dengan penjelasan Dewabrata, perlahan-lahan Amba terus mencoba memeluk Dewabrata. Karena tersudut dengan sikap Amba, Dewabrata mengeluarkan gendewa dan anak panahnya, maksudnya menakut-nakuti Amba agar menjauh...tetapi Amba sudah nekad, baginya kehormatan dan martabat bangsanya ada pada penyerahannya secara total kepada Dewabrata...Mendesing suara anak panah yang tiba-tiba lepas dari busurnya. Amba jatuh bersimbah darah, Dewabrata kaget, dipeluknya Amba disandarkannya dipangkuannya. Kedua putri hanya bisa menangis meratapi ayundanya...

Dewabrata: Aduh Amba..mengapa begini...

Amba: Kakang Dewabrata....engkau terima maupun tidak....sejak engkau memenangkan sayembara...dan kakang Salwa menyerahkan aku dengan ikhlas padamu...sesungguhnya, aku sudah menjadi istrimu...Ooo kakang betapa kejamnya engkau pada istrimu...

Dewabrata: Duh Amba..bukan aku menolakmu...jujur, sikapmu yang agung, pengorbananmu pada diri sendiri adalah ciri-ciri istri idamanku...kuakui, sesungguhnya akupun mulai tertarik padamu...tetapi nimas, sumpah wadat yang aku ucapkan, adalah janji ksatria sejati...aku tidak mungkin melanggarnya Amba...Duh Jagad Dewabaratha...baiklah dinda, didunia ini mungkin kita memang tidak bisa bersanding...tatapi tunggulah aku, kita akan bersanding dia alam kelanggengan nimas...

Amba: A...aku...tunggu janjimu kakang...aa..ah...

Kematian Amba adalah kematian tragis yang membawa perih di hati...sukma lelana Amba mencoba mencari jawab, sampai kapan bisa bersatu dengan Dewabrata? Ksatria kekasih dewa yang ditakdirkan berusia panjang dan berhak menentukan sendiri waktu kematiannya...

Sukma lelana itu bertemu dengan Sangmuka, putera dewa Sangkara, Sangmuka memberi kalung bunga. Ia berkata bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut akan menjadi pembunuh Dewabrata. Setelah menerima pemberian itu, sukma Amba berkelana untuk mencari kesatria yang bersedia memakai kalung bunganya. Ternyata tidak ada orang yang bersedia memakainya setelah mengetahui bahwa orang yang harus dihadapi adalah Dewabrata. Ketika Sukma Amba menemui Raja Drupada dari Panchalaradya, permintaannya juga ditolak karena sang raja segan melawan Dewabrata. Akhirnya Sukma Amba melempar karangan bunganya ke tiang balai pertemuan Panchalaradya, setelah itu ia pergi dengan marah.

Setelah memperabukan jenazah Dewi Amba, Dewabrata membawa dua putri boyongan untuk adiknya Prabu Wicitrawirya.*

Ira Sumarah Hartati Kusumastuti - kisuta.com

 


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya