Kamis, 16 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Keunikan Dieng

Ruwatan Mencukur Anak Berambut Gimbal

Rabu, 23 Maret 2016

KISUTA.com - Dataran tinggi Dieng memiliki kecantikan alam yang sangat indah. Tak hanya itu, Dieng juga menyimpan peninggalan sejarah dan budaya yang berkembang di sekitarnya, antara lain berupa candi-candi yang menjadi bukti perkembangan agama Hindu.
Dieng memang memiliki nuansa mistis dan oleh sebagian orang dianggap sebagai tempat suci. Nama Dieng sendiri berasal dari kata Jawa Kuno, dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur.
Di antara peninggalan budaya yang sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Dieng, adalah tradisi ruwatan bagi anak berambut gimbal. Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Anak-anak asli Dieng yang berusia 40 hari sampai 6 tahun memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan diciptakan.
Anak gimbal tersebut awalnya terserang demam dengan suhu tubuh sangat tinggi disertai menggigau waktu tidur (ngromet). Gejala tersebut tidak bisa diobati sampai akhirnya normal dengan sendirinya, namun rambut sang anak akan berubah menjadi gimbal. Memotong rambut gimbal sebelum si anak meminta, akan mengakibatkan anak sakit dan rambut pun kembali tumbuh gimbal.

Rambut gimbal anak-anak tersebut ada yang beberapa helai tergulung di belakang, tertutupi rambut halus di bagian luar. Ada pula yang menggumpal gimbal dan tebal seperti rambut kusam yang tak pernah dicuci. Anak-anak gimbal ini juga kadang bertingkah tidak seperti anak seumurannya karena sering menyendiri. Masyarakat setempat percaya bahwa saat anak tersebut menyendiri adalah tengah bercengkerama dengan teman gaibnya.

Mereka tidak berani melanggar pantangan-pantangan menyangkut mitos anak gimbal.
Rambut gimbal anak Dieng dipercayai sebagai titipan penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong setelah adanya permintaan dari anak bersangkutan. Ada juga permintaan dari si anak yang harus dipenuhi dan keinginan ini pun tidak bisa diintervensi pihak lain termasuk oleh orangtuanya. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak boleh kurang atau lebih.
Ketika anak berambut gimbal meminta rambutnya dipotong, maka dilakukan ruwatan yang untuk pelaksanaannya membutuhkan biaya cukup besar. Ritual ruwatan ini dipercaya dapat membebaskan anak gimbal dari segala penyakit dan mendatangkan rezeki.
Ruwatan diawali dengan doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat tersebut adalah Candi Dwarawati, komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatot Kaca, Telaga Balai Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan Mandalasari (gua di Telaga Warna), Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng. Malam harinya akan dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka yang dibawa saat kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur.
Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.
Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Sedayu tersebut, anak-anak gimbal dilindungi payung Robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran.
Saat upacara pencukuran akan dipersembahkan sesajian berupa kepala ayam, tempe gembus, kambing etawa, marmut, dan sesajian lainnya yang berasal dari hasil bumi sekitaran Dataran Tinggi Dieng. Sebelum pencukuran, ditampilkan atraksi seni tradisional seperti warok, lengger, tek-tek, rampakyaksa, dan barongsai. Setelah itu, satu-satu anak gimbal dipotong rambutnya. Pemotongan rambut dilaksanakan di depan Candi Arjuna. Rambut anak-anak gimbal dipotong oleh tokoh masyarakat didampingi pemandu dan pemangku adat.
Berikutnya upacara akan dilakukan menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal sebelumnya. Para abdi upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di Samudera Hindia.
Pelarungan potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun datang.
Saat ini, prosesi ruwatan anak berambut gimbal di Dieng, telah menjadi bagian dari atraksi wisata. Saat ritual berlangsung, selain dihadiri masyarakat Dieng, banyak wisatawan yang tertarik untuk menyaksikannya. Apabila Anda kebetulan sedang mengunjungi Dieng, siapa tahu bertepatan dengan pelaksanaan ruwatan anak gimbal.* Ati - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya