Kamis, 2 Mei 2024
Wisata & Sejarah
Suku Indian Amondawa

Masyarakat yang tak Mengenal Waktu

Sabtu, 20 Januari 2018

KISUTA.com - Jangan berbicara soal waktu dengan masyarakat suku Indian Amondawa di Rondonia, perbatasan antara Brazil dan Bolivia. Mengapa? Karena mereka tidak mengenal konsep waktu. Percaya atau tidak, masyarakat suku Amondawa tidak memiliki standar ukuran waktu untuk dihitung, apalagi dibicarakan.

Menurut Profesos Chris Sinha, peneliti dari University of Portsmouth, bagi suku Amondawa, waktu sama sekali tidak eksis. Kepada Daily Mail, sang professor yang meneliti bersama ahli bahasa Wany Sampaio dan antropolog Vera da Silva Sinha, mengatakan, setelah meneliti suku Amondawa selama delapan minggu, dapat diambil kesimpulan bahwa mereka merupakan suku yang tidak terikat dengan waktu atau memiliki kebebasan terhadap waktu.

Dalam pembicaraan sehari-hari, tak ada topik yang berkaitan dengan waktu, seperti hari ini, esok, pekan depan, bulan depan, atau tahun depan. Oleh karena tidak mempunyai konsep waktu, otomatis mereka pun tidak mempunyai kosa kata tentang waktu, seperti jam, hari, pekan, bulan, dan tahun. Meskipun tidak mengenal waktu, namun mereka mengenal pergantian antara siang dan malam. Mereka juga mengenal musim, yaitu hujan dan kering.

Yang lebih unik, masyarakat suku Amondawa tidak ada yang mempunyai umur. Bagaimana mempunyai umur kalau mereka tidak mengenal waktu yang menandakan usia seseorang. Selain itu, tim peneliti pun menemukan bahwa anggota komunitas Amondawa tidak memiliki usia. Untuk menggambarkan lama kehidupan yang telah mereka jalani, suku Amondawa akan mengubah nama mereka. Contohnya, seorang anak akan memberikan namanya kepada saudara mereka yang baru lahir untuk kemudian mencari nama baru.

"Bagi mereka waktu bukanlah uang, mereka tidak berlomba melawan waktu untuk menyelesaikan sesuatu. Anda bisa mengatakan mereka menikmati kebebasan tertentu,” ujar Sinha yang melaporkan temuannya di jurnal Language and Cognition.

Suku Amondawa pertama kali terhubung dengan dunia luar pada tahun 1986. Namun, mereka tetap mempertahankan cara hidup tradisional seperti berburu, memancing, dan bertani. Modernisasi terlihat dari penggunaan barang-barang elektronik seperti televisi dan alat-alat listrik. Mereka pun mulai menggunakan bahasa Portugis, sehingga bahasa asli mereka terancam punah.* Ati - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya