Warning: file_get_contents(https://geolocation-db.com/json/548bd320-00be-11ee-82dd-87424d907439/18.222.69.152): failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 502 Bad Gateway in /home/kisuta/public_html/app_www_23/controllers/counter.php on line 22
Boleh Menikah, Jika Sudah Bisa Membuat Noken
Senin, 29 April 2024
Wisata & Sejarah
Perempuan Papua

Boleh Menikah, Jika Sudah Bisa Membuat Noken

Senin, 17 Desember 2018

KISUTA.com - Perempuan rata-rata senang sekali memakai tas. Hal tersebut, juga terjadi pada perempuan Papua, yang memiliki tas tradisional bernama Noken. Tas tersebut memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan.

Noken tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Papua. Kita bisa melihat orang memakai Noken di mana-mana, mulai dari di kampung, di kota, di jalan raya, hingga di hutan. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam dan serbaguna.

Para Mama (wanita) biasa memakai Noken untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tidak hanya itu, Noken dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

Hal menarik dari Noken adalah hanya orang Papua yang boleh membuat Noken. Membuat Noken sendiri, dahulu bisa melambangkan kedewasaan seorang perempuan. Jika perempuan Papua belum bisa membuat Noken, dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tetapi sekarang, para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken, padahal itu adalah warisan budaya yang menarik.

Tidak Sembarang Orang Bisa

Meski bentuknya sederhana, pembuatan noken ternyata tidak mudah dan makan waktu. Ada proses pengumpulan bahan, pengolahan, hingga merajut. Merajutnya juga tidak sembarang orang bisa. Kebanyakan pengrajin adalah perempuan.

Berbagai suku di Papua menyebut Noken dengan berbagai nama. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku juga berbeda-beda. Ada kulit kayu pohon Manduam, pohon Nawa, bahkan anggrek hutan. Namun demikian, bahan-bahan pembuatan Noken asli terdiri atas kayu pohon Hekel atauYangkik.

Prosesnya; kulit kayu dikupas, kemudian batangnya dijemur selama 3-4 hari. Setelah kering, batang dipilih lagi menurut kualitasnya. Batang yang bagus itu nanti diambil seratnya untuk dijadikan benang rajutan. Setelah bahan terkumpul, barulah pengrajin mulai merajut. Noken bisa dirajut dalam berbagai macam ukuran, mulai dari sekecil tas pinggang hingga yang muat untuk angkut manusia —para wanita suka menggendong anak pakai Noken. Mereka bahkan suka mengangkut babi di dalamnya. Butuh waktu dua bulan untuk membuat Noken ukuran besar.

Seiring perkembangan zaman, pembuatan Noken semakin kreatif. Pengrajin Noken zaman sekarang suka memadukan dengan benang yang berwarna-warni, atau menambahkan hiasan dari buah Hilimpa. Noken jadi terlihat lebih memikat. Tujuan pembuatan Noken juga menjadi lebih luas. Selain sebagai alat pengangkut atau mas kawin, kini Noken diproduksi sebagai cinderamata bagi para turis. Noken dijual dengan harga bervariasi. Noken berbahan benang nilon dan serat kulit kayu misalnya, dijual dengan harga rata-rata Rp 100 ribu-Rp 300 ribu, bergantung ukuran dan motif. Warna-warninan ceria dari tas ini menjadi kekhasan tersendiri.

Di kota-kota besar Papua sudah tidak ada yang menjual Noken tradisional. Hanya di Pasar Wamena yang masih menjual Noken tradisional. Padahal Noken merupakan salah satu ikon budaya Papua.

Kendala lain adalah semakin sedikit orang yang bisa membuat Noken. Kalaupun ada, sebagian besar adalah wanita berusia di atas 40 tahun. Selain itu, para pengrajin kesulitan mendapatkan bahan.

"Banyak yang memakai plastik karena susah mencari bahan kayu," kata Yonas Kogoya, seorang tenaga pendidik dari Distrik Karubaga, KabupatenTolikara.
Yoko –demikian biasa Yonas Kogoya dipanggil--, bersyukur karena Noken telah diusulkan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk masuk dalam nominasi warisan budaya tak benda Unesco. Noken diusulkan dalam Daftar yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak (Urgent Safeguarding of Intangible Cultural Heritage).

"Noken kalau tidak cepat diangkat ke permukaan bisa punah. Ada rasa bangga kami dari masyarakat Papua karena telah terpilih untuk diusulkan sebagai nominasi," kata Yoko.

Yoko menuturkan, imbas dari pengusulan ini selain rasa bangga masyarakat Papua karena pengakuan, juga dari aspek ekonomi dapat terbantu. Dengan pengusulan tersebut, ia berharap Noken semakin terkenal dan banyak orang akan membeli Noken, karena Noken juga menjadi salah satu cenderamata untuk para wisatawan yang berkunjung ke Papua.* harie – kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya