Rabu, 15 Mei 2024
Artikel Opini
Kolom

'Paket' Ibadah Haji

HD Sutarjan Petualang Jiwa
Selasa, 4 Agustus 2020

KISUTA.com - Aspek fisik, hati dan akal harus menyatupadu dalam pelaksanaan ibadah haji. Ketiga aspek ini harus berbarengan mengambil bagian dan peran secara aktif.

Dalam pelaksanaan ibadah haji, tidak boleh mengabaikan terlebih menisbikan salah satu aspek tersebut. Ketiganya adalah “paket” sebagai prasyarat yang menjadi ruh dari semua syarat, wajib dan rukun haji. Ketiga aspek itu yang “menghidupkan” dan memberi “nilai” dari prosesi ibadah haji, sehingga pelaksanaannya tak bergeser keluar rel. Prosesinya mampu melaju di jalur teratur, bermuara pada kemakbulan haji. Yang, insya Allah, mampu berlabuh di kemabruran.

Pada tataran fisik, haji mencerminkan suatu perjalanan dan gerakan terarah. Semua aktivitas haji dilambangkan dengan gerak; dari tawaf, sa’i, wukuf, melempar jumrah, sampai tahalul. Tapi tentu ibadah ini tidak hanya berhenti sebatas gerak. Saat itu, hati dan akal menemukan peran spiritualitasnya yang paling nyata.

Ketika melakukan thawaf, misalnya, badan kita bergerak mengelilingi Ka’bah secara sirkular, hati kita bergetar, dan akal kita pun sadar akan apa yang kita laksanakan. Ka’bah melambangkan ketetapan (konstansi) dan keabadian Allah, sedangkan manusia yang mengelilinginya melambangkan aktivitas dan transisi makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Suatu aktivitas dan transisi yang terjadi secara terus menerus.

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Ka’bah, ia telah berusaha menemukan arah perjalanan hidupnya dan meneguhkan arti keberadaannya. Karena haji adalah gerakan, gerakan adalah Islam, Islam adalah jalan dan orientasinya adalah tauhid.

Dengan kata lain, haji merupakan awal migrasi dari pemujaan diri sendiri menuju pencarian keridlaan ilahi. Dari ketidakberdayaan menuju ketakwaan, dari keragu-raguan (ambivalensi) menuju keteguhan hati. Dari multiteisme menuju monoteisme.

Jika kita meyakini tauhid sebagai poros dalam kehidupan beragama, maka simbol-simbol dalam ibadah haji akan mampu menyatu dalam alam pikiran dan akan menyingkap tirai keangkuhan, kecongkakan, dan kelaliman yang sementara ini masih kita peluk dengan eratnya. Pada akhirnya kita akan menjadi muslim yang tidak hanya melaksanakan ibadah ritual, tapi juga muslim secara spiritual.***


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya