Senin, 29 April 2024
Artikel Opini
Opini

Ambivalensi Masyarakat di Masa Pandemik Covid-19

Drs. Soleh Amini Yahman, MSi Psikolog Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
Sabtu, 22 Agustus 2020

KISUTA.com - Dilihat dari kaca mata psikologi sosial, kondisi psikologis masyarakat dalam menghadapi pandemic Covid-19 ini sudah di luar kewajaran kehidupan sosial yang normal. Sikap masyarakat dalam menghadapi situasi pandemik terpecah dalam dua sikap atau cenderung ambivalen , sehingga menimbulkan friksi-friksi sosial yang memperparah keadaan yang sudah parah ini.

Keterbelahan sikap masyarakat dalam mensikapi pandemic covid-19 ini disebabkan karena mereka terlalu overloaded dalam menerima informasi-informasi terkait covid-19. Namun sayangnya infromasi yang diterima tersebut informasi yang confusing atau membingungkan, sehingga mereka cenderung untuk membuat kesimpulan sendiri-sendiri.

Ada yang berkesimpulan kondisi sudah kondusif dan aman, sehingga mereka pun abai terhadap protokol kesehatan, tidak memakai masker, berani menyelenggrakan hajatan dengan mengundang banyak orang, mengizinkan anaknya bersekolah dengan tatap muka, melakukan piknik-piknik bersama rombongan yang besar, dan kegiatan kegaiatan normal lainnya sebagaimana normalnya kehidupan sebelum masa pandemik.

Kesimpulan yang demikian ini tentu membahayakan kehidupan bersama, baik dalam yuridiksi kehidupan keluarga maupun dalam lingkup kehidupan bermasyarakat luas, karena pada kenyataannya kondisi pandemik sama sekali belum mereda dan masih terus meningkat dari hari ke hari. Di sini masyarakat harus terus meningkatkan kewaspadaan namun jangan dilandasi kepanikan, karena kepanikan justru akan memperburuk keadaan yang sudah buruk.

Pada sisi lain, ada sebagian masyarakat yang sangat rigit dalam mensikapi situasi pendemik ini. Mereka berkesimpulan bahwa situasi masih sangat berbahaya. Mereka membuat jarak sosial yang sangat ketat dengan orang lain berdasarkan sikap paranoia yang ekstrim, sehingga sikap sosial yang demikian ini bisa memporakporandakan tatanan kehidupan sosial yang jauh dari kondisi harmonis.

Para orang tua tidak mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, mereka tidak menghadiri undangan hajatan mantu, mereka tidak berbelanja ke pasar, bahkan merekapun enggan untuk bertaziah ke teman, saudara atau tetangga yang kesripahan.

Lantas bagaimana seharusnya pemerintah menghadapi dan mensikapi dua sikap masyarakat yang saling berlawanan ini. Tentu Pemerintah tidak akan membiarkan masyarakat berperilaku abai terhadap protokol kesehatan ini, maka oleh karena itu pemerintah pun melakukan berbagai sosialisasi ke segala lapisan atau strata kehidupan sosial masyarakat untuk mengingatkan bahwa pandemik belum berakhir, juga melakukan rasia atau penertiban-penertiban terhadap anggota masyarakat yang melanggar aturan protokol kesehatan.

Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan kebijakan blanded approved, yaitu pendekatan atau kebijakan campuran antara dua sikap atau dua keadaan tersebut yang disetujui oleh masyarakat. Dengan demikian maka masyarakat dan pemerintah bersama sama mengawasi dan mengevalusi situasi perkembangan atau fluktuasi kondisi pandemik sehingga kebijakan yang diambil selalu melibatkan peran serta masyarakat.

Keputusan yang diambil dan diterapkan adalah keputusan bersama, sehingga semua pihak memegang komitmen secara kuat dan sungguh-sungguh dari kemerebakan Covid-19 ini.***


KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya