Senin, 29 April 2024
Wisata & Sejarah
Curug Caweni

Tempat Menanti Hasrat Putri yang Perawan

Selasa, 18 Juli 2023
caweni.jpg
Net

KISUTA.com - Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat, tidak hanya mempunyai objek wisata Palabuhanratu. Di salah satu kecamatannya, yaitu di Kecamatan Cidolog yang jauhnya sekitar 70 km dari Kota Sukabumi, ada satu air terjun atau masyarakat setempat menyebutnya curug, yang sangat indah. Namanya Curug Caweni.

Meskipun berada di antara rimbunnya hutan alami dan perkampungan tradisional yang masih asri serta dikelilingi pegunungan yang masih hijau, namun curug ini sangat mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan raya. Tak hanya indah, curug ini juga mempunyai misteri yang dianggap oleh sebagian orang sebagai mistis. Di Curug Caweni ada batu yang menyerupai manusia sedang berdoa. Juga ada batu yang bentuknya mirip dengan seekor buaya dan ada satu gua bernama Guha Kopeah (Gua Topi) yang jaraknya sangat dekat sekali dengan curug tersebut. Mungkin ini yang membuat curug mengundang mistis.

Terlepas dari aura mistis yang menyelimutinya, pemandangan di sekitar Curug Caweni sangat indah dan begitu memanjakan mata. Curug Caweni memiliki ketinggian terjunan air sekitar 15 meter. Di tengah-tengah air terjun, ada batu setinggi 7 meter. Konon batu tersebut merupakan Arca Caweni, putri yang pernah berkuasa di Cidolog. Nama Caweni diambil dari bahasa Sunda, cawene yang berarti “randa bengsrat” atau janda yang masih suci karena berpisah dengan suaminya sebelum melakukan hubungan suami istri.

Legenda Putri Caweni
Menurut legenda yang disampaikan secara turun temurun, dahulu kala di Cidolog ada seorang putri bernama Caweni. Putri ini sangan cantik, sehingga setiap pria yang melihatnya akan terkagum-kagum dan tertarik. Tetapi sayang sekali, ada suatu hal yang aneh pada diri Putri Caweni karena di dalam tubuhnya ada seekor ular gaib yang mematikan, sehingga setiap laki-laki yang menikah akan meninggal karena digigit oleh ular tersebut. Ular itu menyebarkan bisa atau racun yang mematikan, konon Putri Caweni telah menikah 99 kali.

Suatu hari, Putri Caweni ingin meninggalkan desa karena sudah bingung dan orang-orang pun sudah banyak yang membicarakan perihal keanehan yang ada pada dirinya. Putri Caweni akhirnya memilih untuk meninggalkan desa tempat kelahirannya, sebelum pergi dia membawa serta binatang peliharannya yaitu itik dan anjing.

Dalam perjalanannya, putri Caweni menyusuri sebuah aliran sungai tanpa tujuan yang pasti. Setelah sekian lama berjalan, dia akhirnya kelelahan dan memilih beristirahat sejenak untuk melepaskan rasa lelahnya. Dicarinya tempat yang aman dan teduh, kemudian dibukanya gulungan kasur yang dibawanya untuk dijadikan tempat tidur. Setelah sekian lama berisitirahat dan rasa lelahnya telah hilang, perjalannya dilanjutkan kembali. Putri Caweni tidak membawa serta kasurnya dan meninggalkannya di tempatnya beristirahat. Di tempat tersebut, saat ini dinamakan Leuwi Kasur.

Selama perjalanannya yang cuku jauh dan menguras tenaga putri Caweni, akhirnya diputuskan untuk beristirahat yang kedua kalinya untuk menghilangkan rasa lelah yang amat sangat. Setelah dirasa kuat lagi, maka dilanjutkan lagi perjalannya, namun anjing yang dia bawa tidak mau ikut serta, akhirnya ditinggalkannya. Tempat itu saat ini bernama Curug Anjing, karena bentuknya seperti seekor anjing yang sedang jongkok.

Teman dalam perjalanannya tinggalah seekor itik yang masih setia menemaninya. Di tempat peristirahatan berikutnya, itik yang menemaninya itu malah keasyikan berenang di leuwi dan tidak mau ikut lagi. Nama tempat itik itu bermain, saat ini bernama Leuwi Meri. Akhirnya ketika melanjutkan perjalanannya, Putri Caweni hanya seorang diri. Langkahnya membawa sang putri ke satu curug. Untuk sampai ke atas, Putri Caweni harus mendakinya. Namun sayangnya, usahanya selalu gagal karena jalan yang ditempuhnya sangat terjal dan licin, selain itu arusnya sangat deras.

Di tengah rasa putus asanya, Putri Caweni bertemu seorang pemuda bangsawan bernama Pangeran Boros Kaso. Mereka berdua saling tertarik dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Sang putri memberi syarat kepada Pangeran Boros Kaso, yaitu harus sabar menunggunya sampai berhasil mendaki curug. Pangeran menyanggupinya dan menunggu sampai putri berhasil mendaki curug.

Usaha mendaki curug selalu gagal, sehingga putri memutuskan menunggu sampai datang banjir besar, sehingga dirinya bisa dengan mudah mencapai curug. Sayangnya banjir yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Padahal Pangeran Boros Kaso sudah tak sabar untuk menunggu kedatangan Putri Caweni.

Telanjur berjanji, Putri Caweni tetap sabar menunggu banjir, sehingga tubuhnya yang mulus perlahan-lahan tertutup oleh debu yang menempel. Lama kelamaan, debu tersebut berubah menjadi batu dan mengubah tubuh Putri Caweni menjadi arca atau patung. Itulah legenda yang menyertai Curug Caweni yang masih berkembang hingga sekarang.* Ati - kisuta.com


KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya