Kamis, 2 Mei 2024
Sastra & Humor

Menafsir Program Utama PWI Pusat di Bawah Ketua Umum Hendry Ch. Bangun

Kamis, 5 Oktober 2023
pwi.jpg
PWI Pusat
RAPAT perdana PWI Pusat dipimpin Ketua Umum PWI periode 2023-2028, Hendry Ch. Bangun, Rabu (4/10/2023).*

KISUTA.com - Setelah terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2023-2028 melalui Kongres XXV PWI di Kota Bandung 25-26 September 2023 lalu, hari-hari ini (pekan pertama Oktober) Hendry Ch. Bangun mulai cepat melangkah.

Langkah cepat itu sesuai dengan latar belakang perjalanan karier Hendry sebagai wartawan. Dia tumbuh dan berkembang sebagai wartawan koran besar, Harian Kompas dan Warta Kota. Kemudian sebagai pengurus SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) PWI Jaya dan berlanjut di PWI Pusat.

Di lingkungan PWI Pusat Hendry pernah pula menjadi Ketua Bidang Pendidikan, kemudian menjadi Sekretaris Jenderal dua periode (2008-2013 dan 2013-2018) semasa Ketua Umumnya almarhum Margiono, dan pernah pula menjadi Wakil Ketua Dewan Pers (2019-2022).

Rabu 4 September lalu Hendry menyelenggarakan rapat perdana di Sekretariat PWI Pusat, Jalan Kebon Sirih (lantai 4 Gedung Dewan Pers), Jakarta Pusat. Dalam rapat itu Hendry bersama sejumlah wartawan senior membahas penyusunan kepengurusan PWI Pusat periode 2023-2028 dan rencana program ke depan sesuai dengan visi dan misinya yang pernah disampaikan dalam forum kongres.

Sesuai dengan siaran pers hasil rapat perdana tersebut, Hendry menjadikan bidang pendidikan dan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) sebagai program prioritas. Pelaksanaan UKW ditunda sebulan dalam rangka memperbaiki direktorat UKW agar sesuai dan searah dengan tujuannya.

Setelah nanti kepengurusan PWI Pusat terbentuk dan diumumkan, Hendry Ch. Bangun dan jajaran pengurus PWI Pusat akan melakukan adiensi kepada instansi terkait dan para stake holder.

Menafsir program prioritas
Dalam dua periode almarhum Margiono sebagai Ketua Umum dan Hendry sebagai Sekretaris Jenderal PWI Pusat, bidang pendidikan dan pelatihan juga telah menjadi program prioritas. Saat itu Margiono sangat sering mengatakan, “Kalau di PWI ini ada sepuluh program, maka program kesatu sampai kesembilan adalah pendidikan dan pelatihan. Satu program lagi untuk yang lainnya”.

Sama-sama menjadikan bidang pendidikan sebagai program utama atau unggulan, tentu saja Hendry dan jajaran pengurus nanti akan menyesuaikan dengan perkembangan serta tantangan zaman. Pilihan bidang garapan, berikut tema atau topik diklat, dengan sendirinya akan menyesuaikan dengan ringan atau beratnya tantangan yang sedang aktual dan harus dijawab oleh PWI dan jajaran wartawan anggotanya.

Sebagai contoh, mendahului rapat perdana tersebut atau segera setelah terpilih sebagai Ketua Umum PWI, Hendry Ch. Bangun beraudiensi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Saat itu LBP menyatakan mendukung program unggulan PWI terutama pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) wartawan.

Beberapa program unggulan PWI ke depan terutama yang menjadi “mimpi” Hendry bila dipercaya menjadi Ketua Umum PWI Pusat, disampaikan kepada LBP dengan penuh keakraban. Salah satunya, mengaktifkan kembali sekolah jurnalistik PWI bekerja sama dengan mitra strategis PWI. Di samping tentunya memperbanyak pelaksanaan UKW.

“Bagus itu, saya support kegiatan PWI yang memfokuskan pendidikan wartawan. Buatkan semacam proposalnya Ketum, nanti saya hubungkan dengan bank-bank BUMN yang pernah membantu kegiatan PWI di bidang pendidikan ini,” sebut LPB, menjawab aspirasi Hendry Ch. Bangun. (menitiriau.com, Kamis, 28/9/2023)

Dalam kesempatan itu, LBP berkenan membantu keinginan agar ketua-ketua PWI Provinsi dan beberapa pengurus mengikuti kursus Lemhanas Khusus yang berlangsung sekitar dua minggu.

“Saya dukung keinginan pimpinan PWI meningkatkan wawasan kebangsaan ini, tiap provinsi bisa mengirimkan lima orang ikut Lemhanas Khusus nanti,” ujar LPB, yang menerima rombongan PWI di ruangan kerjanya, Gedung BPPT 1, Jalan MH Thamrin No. 8 Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam periode-periode kepengurusan PWI sebelumnya, Kursus Lemhanas itu juga secara selektif telah diikuti oleh sejumlah pengurus atau wartawan senior PWI. Namun waktunya relatif lama, ada yang tiga bulan atau sembilan bulan.

PWI Pusat juga pernah mendirikan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) dan penyelenggaraannya telah mencapai 13 provinsi. Pertama kali diluncurkan di Palembang bersamaan dengan momentum peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari, hingga tahun 2015 lalu SJI berusia 5 tahun. Melibatkan lebih kurang 20 pengajar, PWI telah melaksananan 37 kali pelatihan.

Pada puncak peringatan HPN 9 Febrari 2013 di Bengkulu, pengelola SJI telah menandatangani kesepakatan kerja sama (MoU) dengan Missouri School of Journalism (SoJ), salah satu perguruan jurnalisme tertua dan terbaik di Amerika Serikat. Missouri membantu dan memberikan metode jurnalisme yang mereka pakai, metode ajar yang mereka gunakan, serta teknis pelatihan dan bantuan tenaga pengajar bila diperlukan.

Profesional, berwawasan, beretika
Selain SJI, PWI Pusat secara periodik juga melaksanakaan Safari Jurnalistik dan beragam seminar, lokakarya, diskusi terpumpun (FGD), dan kursus. Semua kegiatan itu –dengan mengangkat tema-tema aktual dan relevan-- bertujuan melahirkan para wartawan anggota PWI yang profesional, berwawasan, dan beretika.

Tagline atau motto SJI itu pula –profesional, berwawasan, beretika—yang pada gilirannya membuat Dewan Pers memutuskan untuk menambah satu mata uji dalam UKW mulai tahun 2019, yakni tentang UU Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Undang-Undang/Peraturan terkait Pers. Di dalamnya ada Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang harus diperhatikan, dipahami, dan diterapkan oleh para wartawan baik jenjang muda, madya, maupun utama.

Dengan dukungan teknologi digital, pelaksanaan semua kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut dipermudah. Jumlah peserta dapat diperbanyak atau dilipatgandakan karena dapat dilakukan via zoom. Langkah ini sangat relevan dengan meningkat pesatnya jumlah wartawan media online.

Ketua Dewan Pers periode 2010-2013, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL, dalam beberapa kesempatan menegaskan pendapatnya bahwa, “Tolok ukur utama profesi adalah kompetensi. Profesi tanpa kompetensi seperti pepesan kosong. Kalau berbunyi, seperti bumbung kosong. Nyaring, tapi tidak memberi makna. Wartawan adalah sebuah profesi. Kompetensi menjadi syarat wartawan yang baik dan benar”.

Begawan Pers Indonesia, almarhum H. Rosihan Anwar, dalam Sarasehan Pers Nasional di Jakarta, 28 Agustus 2008, juga mengingatkan, “Kapan pun zamannya, wartawan dituntut harus kompeten. Yakni, berwawasan keilmuan, profesional, dan beretika. Jika tidak, maka matilah jurnalisme itu”. (Lembaga Pers Dr. Soetomo dan Yayasan Tifa, Pedoman Uji Kompetensi Wartawan, Penerapan Standar Kompetensi Wartawan, Jakarta, 2011)

Dengan mengingat kembali pesan Dr. (HC) H. Rosihan Anwar dan Prof. Dr. Bagir Manan tersebut, rasanya program utama atau unggulan PWI Pusat di bawah kepemimpinan Hendry Chairudin Bangun yakni pendidikan-pelatihan dan UKW tetap relevan, bahkan sangat relevan. Tentu tema-tema yang dipilih harus disesuaikan dengan beragam tantangan terkini atau teraktual yang dihadapi para wartawan anggota PWI.* wasmowiyoto-kisut.com


KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya