Senin, 29 April 2024
Wisata & Sejarah
Mina (2)

Kawasan Puncak “Krisis” Ibadah Haji

Senin, 5 September 2016

KISUTA.com - Mina merupakan tempat penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Kawasan bukit batu di padang pasir yang kerontang ini, adalah tempat mabit (bermalam) dan lempar jumrah. Rangkaian wajib haji yang dilakukan serentak di tempat itu oleh jutaan jamaah.

Ketika seluruh jamaah tumplek untuk melaksanakan mabit dan jumrah, kawasan kerontang yang biasanya senyap ini berubah hiruk pikuk. Lautan manusia bukan saja tampak di sepanjang jalan menuju ke tempat jumrah atau kembali setelah melempar jumrah, tapi juga di atas dan di bawah jalan bertingkat. Mereka bernaung atau berdiam atau bahkan bermukim untuk sementara, pada hari-hari tasyrik. Juga di bukit-bukit batu yang curam dan terjal, tampak ribuan tenda tempat para jamaah bermalam. Tenda berwarna putih di kawasan Mina ini dari kejauhan tampak bagaikan hamparan jamur.

Jamaah dari Indonesia biasanya bermalam di Haratullisan, tenda-tenda yang didirikan di dataran yang relatif rata dan mudah dicapai. Jarak dari tenda-tenda jamaah Indonesia itu hanya berjarak 2-3 km ke Jamarat, tempat pelemparan jumrah, yang harus ditempuh dengan berjalan kaki melewati terowongan. Tetapi kini para jamaah tak perlu khawatir, sebab lautan manusia yang memenuhi jalan dan dua terowongan hanya ke satu arah, sehingga cukup tertib dan aman.

Di Mina, jamaah harus menginap selama 2 malam bagi jamaah yang mengambil nafar awal atau 3 malam bagi jamaah yang mengambil nafar tsani. Kondisi perkemahan di Mina relatif lebih bagus ketimbang di Arafah. Tenda yang didirikan umumnya lebih besar dan permanen menggunakan fiber tahan api. Fasilitasnya juga lebih baik, bahkan sebagian tenda dilengkapi AC, sementara yang lain menggunakan kipas angin. Air untuk keperluan mandi dan toilet tersedia dengan cukup.

Perjuangan ibadah paling berat di Mina adalah saat jamaah haji akan meninggalkan Mina pada hari ketiga. Pada hari itu, jamaah haji akan secara beramai-ramai meninggalkan Mina untuk melontar setelah matahari tergelincir yang diyakini paling afdhal. Maka begitu jam menunjukkan pukul 11.00 atau 11.30, jamaah sudah mulai berkerumun di sekitar Jamarat.

Saat yang bersamaan itu, lebih satu juta orang yang berkumpul di sekitar Jamarat. Begitu adzan dzuhur berkumandang, maka berebutlah jamaah melontar Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah. Karena seringnya melontar jumrah menimbulkan korban, ibadah ini sering disebut dengan puncak krisis ibadah haji. Oleh karena itu, jika seseorang berhasil lolos dari melontar jumrah, berarti ia telah lolos dari masa krisis itu.* Abu Ainun - kisuta.com


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya