Jumat, 3 Mei 2024
Artikel Opini
Esai

Ketika Ford Memanusiakan Manusia

Hariyawan Esthu Kolumnis yang jurnalis
Jumat, 30 Oktober 2020

Anda boleh ambil alih perusahaanku,
hancurkan pabrik-pabrikku,
tetapi kembalikan orang-orangku,
maka akan kubangun kembali bisnisku.

--Henry Ford (1863-1947)

KISUTA.com - Tantangan yang dilontarkan Henry Ford, bukanlah gertakan kosong. Dia punya keyakinan kuat bahwa perusahaan dibangun-kembangkan lebih dengan modal manusia, bukan dengan uang (capital). Dia percaya diri dan yakin terhadap kemampuan anak buahnya. Dia mampu membuktikan; sampai akhir hidupnya dia adalah kampiun permobilan Amerika Serikat dan Ford Motor Company yang didirikannya berjaya hingga kini.

Siapakah ”orang-orang” yang dimaksudkan Ford, kalau bukan manusia yang mempunyai sumber daya berpikir, berbicara, bertindak, dan berkarya menurut bidangnya masing-masing?

Seperti mengamini Ford, pada masa terkini, filsafat perusahaan raksasa semacam Hewlett-Packard (HP) pun berorientasi pada manusia. Top Leader-nya yakin, kebijakan dan tindakan yang diputuskan haruslah didasarkan pada keyakinan bahwa manusia –laki-laki atau wanita—ingin melakukan pekerjaan yang baik dan kreatif. Tradisi HP adalah perlakuan terhadap setiap pribadi dengan penuh penghargaan dan pertimbangan. Harga diri dan nilai seorang pribadi itulah faktor penting dalam perusahaan. Filsafat kemanusiaan HP punMemanusiakan manusia dan tidak menganggap manusia sebagai komunitas, merupakan pencerminan sikap menghargai manusia. Sumber daya manusia (human resources) begitu

potensial untuk berbagai bidang kegiatan. Kegagalan banyak perusahaan di Indonesia memang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan mengenali potensi itu. Akibatnya, manusia lebih menjadi beban daripada sumber daya. Karena itulah mereka lebih memilih pemecatan pegawai daripada melakukan terobosan usaha yang sebenarnya dapat dilakukan melalui potensi sumber daya itu.

Martabat manusia ditentukan oleh kemampuannya bekerja produktif. Tenaga kerja berkualitas tinggi ditandai oleh perilaku produktif. Banyak penelitian dan pengalaman membuktikan, salah satu faktor penting –kalau tidak disebut terpenting—yang turut mempengaruhi proses kemunduran atau kemajuan ekonomi suatu negara adalah ”produktivitas”. Kini, perhatian dunia terhadap produktivitas kian meningkat, terutama dalam menghadapi ekonomi dunia yang masih tidak menentu. Upaya peningkatan produktivitas di segala bidang dinilai oleh banyak negara sebagai persyaratan pokok (necessary condition) untuk proses pemulihan ekonomi di masing-masing negara, termasuk Indonesia.

Walter Aigner dalam “Motivation and Awareness” (1986), menyatakan filosofi dan spirit produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia, karena makna produktivitas adalah ”keinginan” (the will) dan ”upaya” (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang.

Jadi dalam pengertian filosofis, produktivitas adalah, ”Sikap (mental) manusia untuk membuat hari esok lebih baik daripada hari ini dan membuat hari ini lebih baik daripada kemarin”. Dalam konteks ini, esensi pengertian produktivitas adalah sikap mental dan cara pandang tentang hari esok.

Itulah sebabnya ada kebutuhan mendesak untuk mengadakan peneropongan yang lebih saksama terhadap faktor manusia dan mengkaji kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas. Analisis yang biasa dilakukan atas faktor produksi yang mencakup output, input, tenaga kerja, modal, teknologi, dorongan manajerial, dan sebagainya, serta-merta menunjukkan bahwa lebih daripada separuh faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja. Bahkan setelah kita lakukan tilikan lebih dalam terhadap segi teknis, kembali kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kualitas semua itu instrinsik bertumpu pada kualitas input manusiawinya.

Kembali pada tantangan Henry Ford, yang mengutamakan pekerja-pekerjanya untuk membangun usaha, merupakan semacam imbauan sekaligus keyakinan, keberhasilan usaha memang ditentukan oleh manusia-manusia yang unggul.***


BAGIKAN

BERI KOMENTAR
masjidraya