PSPP UNS Gelar Webinar 'Pancasila dan Tantangan Demokrasi di Era Pandemi'
KISUTA.com - Pusat Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar webinar nasional yang berjudul "Pancasila dan Tantangan Demokrasi di Era Pandemi", Jumat, 24 September 2021. Menampilkan 3 narasumber, yakni Muchamad Nabil Haroen, S.Sos.I, S.Pd., M.Hum (Anggota DPR RI), Dr. H. Anas Aijudin, S.Sos.l., M.Hum.(Ketua Pusat Studi Agama dan Perdamaian (PSAP) Surakarta) dan Prof. Dr. Leo Agung S, M.Pd (Kepala PSPP UNS Surakarta) serta dimoderatori Dadan Adi Kurniawan, S.Pd, MA (Peneliti PSPP UNS Surakarta).
Dalam pandangan Muchamad Nabil Haroen, masyarakat Indonesia memang harus bersyukur, bila Indonesia tidak diberi cobaan seperti masyarakat di Timur Tengah yang hingga kini masih kerap bergejolak. Buktinya, mau pandemi, mau tidak pandemi, demokrasi dan Pancasila harus tetap ditegakkan. Begitu pula dengan fenomena sebagian masyarakat yang menolak divaksin harus terus didekati, diajak dialog, turun ke masyarakat. Kalau ada tokoh-tokoh di baliknya, harus diajak, diedukasi secara baik-baik.
Di samping itu, Nabil Haroen mengajak bersama-sama untuk meluruskan hal-hal yang bengkok (hoax atau informasi-informasi yang tidak benar/sesat). Begitu pula terkait fenomena dihapusnya mural-mural yang bernada menyindir, maka selama tempat, waktu, dan cara penyampaiannya bijak sah-sah saja. Itu bagian dari ekspresi penyampaian pendapat/aspirasi. Tetapi kalau sebaliknya, ya perlu ditindak. Intinya perlu komunikasi antar pihak.
"Saat ini, hikmah dari pandemi justru masyarakat kita semakin religious, dzikirnya makin banyak, sholawatnya makin kenceng. Jangan sampai kelak kalau pandemi berakhir, nanti ibadahnya justru kendor lagi,” katanya.
Sementara H. Anas Aijudin mengatakan, kita dalam berdemokrasi harus sampai pada substansi, tidak hanya slogan (nama saja). Pancasila harus dijadikan dasar bertindak dan berperilaku sehari-hari, tidak hanya sebagai slogan saja. Para partai politik, asosiasi, lembaga-lembaga masyarakat, komunitas masyarakat, lembaga pemerintah, harus sama-sama bergandeng tangan menghidupkan ruang sosial, ruang partisipasi, ruang berdiskusi untuk mengatasi masalah bersama. Sebagian partai, jangan bertindak kebablasan.
"Kita semua bersaudara. Di masa pandemi ini, kita harus jogo tonggo, jogo kyai, jogo santri, saling menjaga semuanya. Di masa pandemi saya melihat masyarakat Indonesia semakin menjunjung atau menonjolkan persamaan, dan mengurangi perbedaan. Sedangkan terkait fenomena penolakan divaksin, pemerintah harus terus diedukasi dan rakyat harus diberi literasi.,” terang H. Anas Aijudin.
Sedangkan Prof. Dr. Leo Agung S, M.Pd mengatakan, Pancasila dan demokrasi bangsa Indonesia sudah mendapat tantangan sejak zaman awal kemerdekaan. Dalam sejarahnya yang panjang, tantangan itu selalu hadir baik masa awal kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru, masa Reformasi, bahkan masa pandemi ini. Terkait problematika masa pandemi, pemerintah bersama pihak-pihak bertanggung jawab, harus mendesain pola-pola sosialisasi dan edukasi yang berbeda. Disatu sisi penerintah juga harus tetap mengutamakan Kesehatan dan keamanan, di satu sisi harus tetap mengutamakan ekonomi masyarakat.
"Terkait gagal atau belum optimalnya implementasi butir-butir nilai Pancasila, maka harus ada terobosan baru dalam mengedukasi dan mensosialisasikan program-program pemerintah sehingga bisa diterima masyarakat dengan baik. Sosialisasi harus lebih digalakkan agar tujuannya bisa diterima dan dipahami masyarakat dengan baik. Kuncinya ada pada komunikasi atau sosialisasi,” jelas Prof. Leo Agung.* Eko Prasetyo - kisuta.com